Pengertian hadits
Pengertian Hadits Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al- Qur'an. Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits- haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Macam periwayatannya
Hadits yang bersambung sanadnya Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebut hadits Marfu' atau Maushul. II.B. Hadits yang terputus sanadnya II.B.1. Hadits Mu'allaq Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha'if. II.B.2. Hadits Mursal Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu. II.B.3. Hadits Mudallas Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya
Unsur hadits
Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits Rawi, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits. Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Ra wi 1. As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu : 1. Ahmad 2. Bukhari 3. Turmudzi 4. Nasa'i 5. Muslim 6. Abu Dawud 7. Ibnu Majah
Sanad dan matan
Sanad atau isnad secara bahasa artinya sandaran, maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat hadits) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni Sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka al-Bukhari dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau yang mencatat hadits), rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan Shahabat yang meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad. Matan secara bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya adalah isi, ucapan atau lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang akhir.
Rukun Islam
Sabda Nabi saw., "Islam itu didirikan atas lima perkara."[1] Iman itu adalah ucapan dan perbuatan. Ia dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)" (al-Fath: 4), "Kami tambahkan kepada mereka petunjuk."(al-Kahfi: 13), "Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk." (Maryam: 76).
Minggu, 14 Desember 2014
SMS Promosi
Jumat, 12 Desember 2014
Buat website toko online
- Publikasi bisnis, jasa dan produk ke jutaan (bahkan miliaran) calon konsumen. Menaikkan penjualan.
- Update informasi dengan cepat dan mudah.
- Menghemat biaya komunikasi dan administrasi.
- Beriklan dan menyampaikan informasi tanpa henti 24 jam sehari. Edukasi klien dan calon klien tentang produk atau jasa yang anda berikan.
- Outlet Perusahaan tambahan di dunia maya. Terima order kapanpun.
- Brand Awarness dengan cara iklan di website terkemuka atau dengan tukar link.
- Mempermudah klien dalam melakukan bisnis. Meningkatkan kepercayaan atas bisnis yang anda berikan. Desain dan isi website dapat mencerminkan keseriusan anda atau perusahaan anda.
- Bonafiditas naik. Kartu nama tidak lagi hanya berisi kontak alamat, telepon dan email tapi ditambah dengan alamat website anda.
- Resiko kehilangan calon klien atau resiko klien kehilangan informasi dapat lebih ditekan seminim mungkin
- Menjalin bisnis dengan partner dari luar negeri
- Ide bagus untuk diaplikasikan di website anda
- Webste Developer yang dapat diandalkan
- Domain atau sebut saja alamat website yang bagus dan Hosting yang baik dalam hal kecepatan akses dan stabilitas
- strategi marketing yang jitu
- Customer Service yang responsif
Jumat, 29 April 2011
Keutamaan ilmu
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan"
(al-Mujaadilah: 11), dan, "Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."('Thaahaa: 114)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari tidak membawakan satu hadits pun.")
Bab Ke-2: Seseorang yang ditanya mengenai ilmu pengetahuan, sedangkan ia masih sibuk
berbicara. Kemudian ia menyelesaikan pembicaraannya, lalu menjawab orang yang bertanya.
42. Abu Hurairah r.a. berkata, "Ketika Rasulullah saw. di suatu majelis sedang berbicara
dengan suatu kaum, datanglah seorang kampung dan berkata, 'Kapankah kiamat itu?' Rasulullah
terus berbicara, lalu sebagian kaum berkata, 'Beliau mendengar apa yang dikatakan olehnya,
namun beliau benci apa yang dikatakannya itu.' Dan sebagian dari mereka berkata, 'Beliau
tidak mendengarnya.' Sehingga, ketika beliau selesai berbicara, maka beliau bersabda, 'Di
manakah gerangan orang yang bertanya tentang kiamat?' Ia berkata, 'Inilah saya, wahai
Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Apabila amanat itu telah disia-siakan, maka nantikanlah
kiamat.' Ia berkata, 'Bagaimana menyia-nyiakannya?' Beliau bersabda, 'Apabila perkara
(urusan) diserahkan (pada satu riwayat disebutkan dengan: disandarkan 7/188) kepada selain
ahlinya, maka nantikanlah kiamat."
Bab Ke-3: Orang yang Mengeraskan Suaranya mengenai Ilmu Pengetahuan
43. Abdullah bin Amr r.a. berkata, "Nabi saw. tertinggal (dari kami 4/91) dalam suatu
perjalanan yang kami tempuh lalu beliau menyusul kami, dan kami telah terdesak oleh shalat
(pada satu riwayat disebutkan: shalat ashar). Kami berwudhu, dan ketika kami sampai membasuh
kaki, lalu beliau menyeru dengan suara yang keras, 'Celakalah bagi tumit-tumit karena api
neraka!' (Beliau mengucapkannya dua atau tiga kali)."
Bab Ke-4: Perkataan perawi hadits dengan haddatsanaa 'telah berbicara kepada kami ... ' atau
akhbaranaa 'telah memberitahukan kepada kami ... ' atau anba-anaa 'telah menginformasikan
kepada kami ... '.
44. Al-Humaidi[1] berkata, "Menurut Ibnu Uyainah, perkataan haddatsanaa, akhbaranaa,
anba-anaa, dan sami'tuu adalah sama (saja)."
13. Ibnu Mas'ud berkata, 'Telah berbicara kepada kami Rasulullah saw., sedang beliau adalah
orang yang benar lagi dibenarkan."[2]
14. Syaqiq berkata, "Dari Abdullah, ia berkata, 'Saya mendengarkan Nabi saw. suatu perkataan
...'"[3]
15. Hudzaifah berkata, "Rasulullah saw. telah berbicara kepada kami dengan dua hadits."[4]
16. Abul Aliyah berkata, "Dari Ibnu Abbas dari Nabi saw mengenai apa yang beliau riwayatkan
(adalah) dari Tuhannya Azza wa Jalla."[5]
17. Anas berkata, "Dari Nabi saw., beliau meriwayatkannya dari Tuhanmu Azza wa Jalla."[6]
18. Abu Hurairah r.a. berkata, "Dari Nabi saw., beliau mcriwayatkannya dari Tuhannya Azza wa
Jalla."[7]
(Saya berkata, "Dalam hal ini dia [Imam Bukhari] meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu
Umar yang akan disebutkan pada [65 -At-Tafsir / 14 Surah / 2 - BAB])."
Bab Ke-5: Imam Melontarkan Pertanyaan kepada Para Sahabatnya untuk Menguji Pengetahuan
Mereka
(Saya berkata, "Mengenai hal ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Ibnu Umar
yang diisyaratkan di atas.")
Bab Ke-6: Keterangan tentang Ilmu dan Firman Allah, "Katakanlah, Tuhanku, tambahkanlah
kepadaku ilmu. " (Thaahaa: 114)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari tidak menyebutkan sebuah hadits pun.")
Bab Ke-7: Membacakan dan Mengkonfirmasikan kepada Orang yang Menyampaikan Berita
Al-Hasan, Sufyan, dan Malik berpendapat boleh membacakan.[8]
45. Dari Sufyan ats-Tsauri dan Malik, disebutkan bahwa mereka berpendapat boleh membacakan
dan mendengarkan.
46. Sufyan berkata, "Apabila dibacakan kepada orang yang menyampaikan suatu berita, maka
tidak mengapa dia berkata, 'Ceritakanlah kepadaku', dan "Saya dengar'. Sebagian mereka[9]
memperbolehkan membacakan kepada orang alim dengan alasan hadits Dhimam bin Tsa'labah[10]
yang berkata kepada Nabi saw., "Apakah Allah memerintahkanmu melakukan shalat?" Beliau
menjawab, "Ya." Sufyan berkata, "Maka, ini adalah pembacaan kepada Nabi saw.. Dhimam
memberitahukan hal itu kepada kaumnya, lalu mereka menerimanya."
Malik berargumentasi dengan dokumen yang dibacakan kepada suatu kaum, lalu mereka berkata,
"Si Fulan telah bersaksi kepada kami", dan hal itu dibacakan kepada mereka. Dibacakan kepada
orang yang menyuruh membaca, lalu orang yang membaca berkata, "Si Fulan menyuruhku membaca."
47. Al-Hasan berkata, 'Tidak mengapa membacakan kepada orang alim."
48. Sufyan berkata, "Apabila dibacakan (dikonfirmasikan) kepada ahli hadits (perawi, orang
yang menyampaikan hadits / berita), maka tidak mengapa dia berkata, 'Ceritakanlah
kepadaku.'"
49. Malik dan Sufyan berkata, "Membacakan (mengkonfirmasikan) kepada orang yang alim dan
bacaan orang alim itu sama saja."
50. Anas bin Malik r.a. berkata, "Ketika kami duduk dengan Nabi saw di masjid, masuklah
seorang laki-laki yang mengendarai unta, lalu mendekamkan untanya di dalam masjid, dan
mengikatnya. Kemudian ia berkata, 'Manakah di antara kalian yang bernama Muhammad?' Nabi
saw. bertelekan di antara mereka, lalu kami katakan, 'Laki-laki putih yang bertelekan ini.'
Laki-laki itu bertanya, 'Putra Abdul Muthalib?' Nabi bersabda kepadanya, 'Saya telah
menjawabmu.' Ia berkata, 'Sesungguhnya saya bertanya kepadamu, berat atasmu namun janganlah
diambil hati olehmu terhadap saya.' Beliau bersabda, 'Tanyakan apa-apa yang timbul dalam
dirimu.' Ia berkata, 'Saya bertanya kepadamu tentang Tuhanmu, dan Tuhan orang-orang yang
sebelummu. Apakah Allah mengutusmu kepada seluruh manusia?' Nabi bersabda, 'Ya Allah,
benar.' Ia berkata, 'Saya menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk
shalat lima waktu dalam sehari semalam?' Beliau bersabda, 'Ya Allah, benar.' Ia berkata,
'Saya menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk puasa bulan ini
(Ramadhan) dalam satu tahun?' Beliau bersabda, 'Ya Allah, benar.' Ia berkata, 'Saya
menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk mengambil zakat ini dari
orang-orang kaya kita, lalu kamu bagikan kepada orang-orang fakir kita?' Beliau bersabda,
'Ya Allah, benar.' Lalu laki-laki itu berkata, 'Saya percaya pada apa yang kamu bawa dan
saya adalah utusan dari orang yang di belakang saya dari kalangan kaum saya. Saya Dhimam bin
Tsa'labah, saudara bani Sa'ad bin Bakr.'"
Bab Ke-8: Keterangan tentang Perpindahan (Buku-Buku Ilmu Pengetahuan) dari Tangan ke Tangan,
dan Penulisan Ilmu Pengetahuan oleh Ahli-Ahli Ilmu Pengetahuan dari Berbagai Negeri
Anas berkata, "Utsman menyalin beberapa mushhaf, lalu mengirimkannya ke berbagai
wilayah."[11]
Abdullah bin Umar, Yahya bin Said, dan Malik berpendapat bahwa yang demikian itu
diperbolehkan.[12]
Beberapa Ulama Hijaz mendukung pendapat itu berdasarkan hadits Nabi saw. ketika beliau
mengirimkan surat dengan perantaraan komandan pasukan dan beliau berkata, "Janganlah kamu
bacakan surat ini sebelum kamu sampai di tempat ini dan ini." Setelah sampai di tempat itu,
komandan itu membacakannya kepada orang banyak, dan dia memberitahukan kepada mereka apa
yang diperintahkan oleh Nabi saw.[13]
51. Abdullah bin Abbas mengatakan bahwa Rasulullah saw. mengutus seorang laki-laki (dalam
satu riwayat disebutkan: Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi 5/136) untuk membawa surat beliau,
dan laki-laki itu disuruh memberikannya kepada pembesar Bahrain, lalu pembesar Bahrain
merobek-robeknya. Ia berkata, "Lalu Rasulullah saw. mendoakan agar mereka benar-benar
dirobek-robek."
Bab Ke-9: Orang yang Duduk di Tempat Terakhir Paling Jauh dari Suatu Pertemuan dan Orang
yang Menemukan Suatu Tempat Pertemuan atau Duduk di Sana
52. Abu Waqid al-Laitsi mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw. duduk di masjid bersama
orang-orang, tiba-tiba datang tiga orang. Dua orang menghadap kepada Nabi saw. dan seorang
(lagi) pergi. Dua orang itu berhenti pada Rasulullah saw., yang seorang duduk di belakang
mereka, dan yang ketiga berpaling, pergi. Ketika Rasulullah saw. selesai, beliau bersabda,
"Maukah saya beritakan tentang tiga orang. Yaitu, salah seorang di antara mereka berlindung
kepada Allah, maka Allah melindunginya; yang seorang lagi malu, maka Allah malu terhadapnya;
dan yang lain lagi berpaling, maka Allah berpaling darinya."
Bab Ke-10: Sabda Nabi saw., "Seringkali orang yang diberi tahu suatu keterangan lebih dapat
mengingatnya daripada yang mendengarkannya sendiri."
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Bakrah
pada [64 - Al-Maghazi / 79 - BAB].")
Bab Ke-11: Ilmu Wajib Dituntut Sebelum Mengucapkan dan Sebelum Beramal
Hal tersebut didasarkan firman Allah Ta'ala dalam surah Muhammad ayat 19, "Maka ketahuilah
(wahai Muhammad), bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." Maka,
dalam ayat ini Allah memulai dengan menyebut ilmu. Selain itu, disebutkan bahwa ulama adalah
pewaris-pewaris Nabi. Mereka mewarisi ilmu pengetahuan. Barangsiapa yang mendapatkannya,
maka dia beruntung dan memperoleh sesuatu yang besar.[14]
"Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari suatu pengetahuan (agama), Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga."[15]
Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya
hanyalah ulama." (Faathir: 28); "Tiada yang memahaminya kecuali bagi orang-orang yang
berilmu" (al-Ankabuut: 43); "Dan mereka berkata, 'Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan) itu, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala" (al-Mulk: 10); dan "Adakah sama orang-orang yang tahu dengan orang-orang yang
tidak mengetahui." (az-Zumar: 9)
Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka ia dikaruniai kepahaman
agama."[16]
Dan beliau saw. bersabda, "Sesungguhnya ilmu itu hanya diperoleh dengan belajar."[17]
Abu Dzar berkata, "Andaikan kamu semua meletakkan sebilah pedang di atas ini (sambil
menunjuk ke arah lehernya). Kemudian aku memperkirakan masih ada waktu untuk melangsungkan
atau menyampaikan sepatah kata saja yang kudengar dari Nabi saw. sebelum kamu semua
melaksanakannya, yakni memotong leherku, niscaya kusampaikan sepatah kata dari Nabi saw.
itu."[18]
Ibnu Abbas berkata, "Jadilah kamu semua itu golongan Rabbani, yaitu (golongan yang) penuh
kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih (yakni ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
hukum hukum agama), dan mengerti."[19] Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud "Rabbani"'
ialah orang yang mendidik manusia dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil
sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang sukar).
Bab Ke-12: Apa yang Dilakukan oleh Nabi saw. tentang Memberi Sela-Sela Waktu (Yakni Tidak
Setiap Hari) dalam Menasihati dan Mengajarkan Ilmu agar Mereka Tidak Lari (Berpaling) Karena
Bosan
53. Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Mudahkanlah dan jangan mempersulit,
gembirakanlah (dalam satu riwayat disebutkan: jadikanlah tenang 7/ 101) dan jangan membuat
orang lari."
Bab Ke-13: Orang yang Memberikan Hari-Hari Tertentu untuk Para Ahli Ilmu Pengetahuan
54. Abu Wa-il berkata, "Abdullah pada setiap hari Kamis memberikan peringatan (yakni
mengajar ilmu-ilmu keagamaan kepada orang banyak). Kemudian ada seseorang berkata, "Wahai
ayah Abdur Rahman, aku sebenarnya lebih senang andaikata kamu memberikan peringatan kepada
kami setiap hari." Abdullah menjawab, "Ketahuilah, sesungguhnya ada satu hal yang
menghalangiku untuk berbuat begitu, yaitu aku tidak senang membuatmu bosan, dan sesungguhnya
aku akan memberikan nasihat (pelajaran) kepada kamu sebagaimana Nabi saw. (dalam satu
riwayat dari Abu Wa-il, ia berkata, "Kami menantikan Abdullah, tiba tiba datanglah Zaid bin
Muawiyah,[20] lalu kami berkata kepadanya, "Apakah Anda tidak duduk?" Ia menjawab, "Tidak,
tetapi saya akan masuk dan meminta sahabatmu itu keluar kepadamu. Kalau tidak, maka saya
akan duduk." Lalu Abdullah keluar sambil menggandeng tangannya, lalu ia berdiri menghadap
kami seraya berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberi tahu tentang keberadaanmu
(kedatanganmu), tetapi yang menghalangiku untuk keluar kepadamu ialah karena Rasulullah saw.
7/169) biasa memberi kami nasihat pada beberapa hari tertentu dalam seminggu karena khawatir
(dan dalam satu riwayat: tidak suka) membuat kami bosan."
Bab Ke-14: Barangsiapa yang Dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka Allah Menjadikannya
Pandai Agama
55. Humaid bin Abdur Rahman berkata, "Saya mendengar Mu'awiyah sewaktu ia berkhotbah
mengatakan, 'Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa yang dikehendaki Allah
dalam kebaikan, maka Allah menjadikannya pandai agama. Saya ini hanya pembagi (penyampai
wahyu secara merata), dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia memberi (pemahaman). Dan
akan senantiasa ada [dari 4/187] umat ini [suatu umat] yang menegakkan urusan Allah.
Tidaklah membahayakan mereka [orang yang meremehkan mereka (dan dalam satu riwayat: orang
yang mendustakan mereka 8/189) dan tidak pula] orang yang menentang mereka (dan dalam satu
riwayat: Dan urusan umat ini akan senantiasa lurus sehingga datang hari kiamat atau 8/149)
sehingga datang [kepada mereka] perintah Allah [sedang mereka tetap pada yang demikian itu.'
Lalu Malik bin Tukhamir berkata, 'Mu'adz berkata, 'Sedang mereka berada di negeri Syam.'
Kemudian Mua'wiyah berkata, 'Malik ini mengaku bahwa dia mendengar Mu'adz berkata, 'Sedang
mereka berada di negeri Syam.'"].
Bab Ke-15: Pemahaman dalam Hal Ilmu
(Saya berkata, "Dalam hal ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar
yang telah disebutkan di muka [4 - BAB].')
Bab Ke-16: Berkeinginan Besar untuk Menjadi Orang yang Mempunyai Ilmu dan Hikmah
Umar berkata, "Belajarlah ilmu agama yang mendalam sebelum kamu dijadikan pemimpin".[21]
Sahabat-sahabat Nabi saw. masih terus belajar pada waktu usia mereka sudah lanjut
56. Abdullah bin Mas'ud berkata, "Nabi saw bersabda, Tidak boleh iri hati kecuali pada dua
hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta itu dikuasakan
penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia
memutuskan perkara dan mengajar dengannya.
Bab Ke-17: Mengenai apa yang disebutkan perihal kepergian Nabi Musa a.s. di lautan untuk
menemui Khidhir dan firman Allah, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku
ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (al-Kahfi: 66)
57. Ubaidullah bin Abdullah dari Ibnu Abbas, bahwa ia, berselisih pendapat dengan Hurr bin
Qais bin Hishin Al-Fazari perihal kawan Nabi Musa yakni orang yang dicari Nabi Musa a.s..
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kawan yang dimaksud itu ialah Khidhir, sedangkan Hurr mengatakan
bukan. Kemudian lewatlah Ubay bin Ka'ab [al-Anshari 8/ 193] di depan mereka. Ibnu Abbas lalu
memanggilnya kemudian berkata, "Sesungguhnya aku berselisih pendapat dengan sahabatku ini
siapa kawan Musa yang olehnya ditanyakan mengenai jalan untuk menuju tempatnya itu, agar
dapat bertemu dengannya. Apakah kamu pernah mendengar hal-ihwalnya yang kamu dengar sendiri
dari Nabi saw?" Ubay bin Ka'ab menjawab, "Ya, saya mendengar Rasulullah saw.
[menyebut-nyebut hal-ihwalnya 1/27]. Beliau bersabda, 'Ketika Musa duduk bersama beberapa
orang Bani Israel, [tiba-tiba seorang laki-laki datang dan bertanya kepadanya (Musa),
'Adakah seseorang yang lebih pandai daripada kamu?' Musa menjawab, 'Tidak." Maka, Allah
menurunkan wahyu kepada Musa, "Ada, yaitu hamba Kami Khidhir." Musa bertanya kepada (Allah)
bagaimana jalan ke sana (pada suatu riwayat : bagaimana cara bertemu dengannya 1/8). Maka,
Allah menjadikan ikan sebagai sebuah tanda baginya dan dikatakan kepadanya, 'Apabila ikan
itu hilang darimu, maka kembalilah (ke tempat di mana ikan itu hilang) karena engkau akan
bertemu dengannya (Khidhir). 'Maka, Musa pun mengikuti jejak ikan laut. Murid Musa berkata
kepadanya, 'Adakah kamu melihat kita berdiam yakni ketika beristirahat di batu besar.
Sesungguhnya aku terlupa kepada ikan hiu itu dan tiada yang membuat aku lupa tentang hal
itu, melainkan setan.' Musa berkata, 'Kalau demikian, memang itulah tempat yang kita cari.'
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Kemudian mereka bertemu dengan
Khidhir. Maka, apa yang terjadi pada mereka selanjutnya telah diceritakan Allah Azza wa
Jalla di dalam Kitab-Nya."
Bab Ke-18: Sabda Nabi saw., "Ya Allah, Ajarkanlah Al-Qur an kepadanya."
58. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw. memelukku [ke dadanya 4/ 217] dan bersabda,
"Ya Allah, ajarkanlah Al-Qur'an kepadanya." (Dan dalam satu riwayat: al-hikmah. Al-hikmah
ialah kebenaran di luar nubuwwah).
Bab Ke- 19: Kapankah Anak Kecil Boleh Mendengarkan Pengajian?
59. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Saya datang kepada orang yang datang dengan naik keledai, pada
saat itu saya hampir dewasa dan Rasulullah saw. sedang [berdiri] shalat di Mina [pada waktu
haji wada' [22]] tanpa dinding.[23] Saya melewati depan shaf [kemudian saya turun], dan saya
melepaskan keledai itu makan dan minum lalu saya masuk ke shaf. (Dan dalam satu riwayat:
Lalu saya berbaris bersama orang-orang di belakang Rasulullah saw.), dan tidak ada seorang
pun yang mengingkari hal itu atasku."
Bab Ke-20: Pergi Menuntut Ilmu
Jabir bin Abdullah pergi selama sebulan kepada Abdullah bin Anis mengenai sebuah hadits.[24]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas
yang telah disebutkan pada dua bab sebelumnya.")
Bab Ke-21: Keutamaan Orang yang Berilmu dan Mengajarkannya
60. Abu Musa mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Perumpamaan apa yang diutuskan Allah
kepadaku yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah
itu ada yang gembur yang dapat menerima air (dan dalam riwayat yang mu'allaq disebutkan
bahwa di antaranya ada bagian yang dapat menerima air[25] ), lalu tumbuhlah rerumputan yang
banyak. Daripadanya ada yang keras dapat menahan air dan dengannya Allah memberi kemanfaatan
kepada manusia lalu mereka minum, menyiram, dan bertani. Air hujan itu mengenai kelompok
lain yaitu tanah licin, tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian
itu perumpamaan orang yang pandai tentang agama Allah dan apa yang diutuskan kepadaku
bermanfaat baginya. Ia pandai dan mengajar. Juga perumpamaan orang yang tidak menghiraukan
hal itu, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah yang saya diutus dengannya."
Bab Ke-22: Diangkatnya (Hilangnya) Ilmu dan Munculnya Kebodohan
Rabi'ah berkata, 'Tidak boleh bagi seseorang yang memiliki sesuatu lantas menyia-nyiakan
dirinya."[26]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang
akan disebutkan pada [67 - an-Nikah/111- BAB].")
Bab Ke-23: Keutamaan Ilmu
61. Ibnu Umar berkala, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Ketika saya tidur
didatangkan kepada saya segelas susu, lalu saya minum [sebagiannya 8/79], sehingga saya
melihat cairan [mengalir], keluar pada kuku-kuku saya, (dan dalam satu riwayat: ujung-ujung
jari saya 7/74). Kemudian kelebihannya saya berikan kepada Umar ibnul Khaththab.' Mereka
berkata, 'Engkau takwilkan apakah, wahai Rasulullah? Beliau bersabda, 'Ilmu.'"
Bab Ke-24: Memberikan Fatwa-Fatwa Agama ketika Menaiki Seekor Binatang atau Berdiri di Atas
Apa Saja
62. Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan bahwa Nabi saw. wukuf pada haji Wada' di Mina
[beliau berkhotbah pada hari Nahar di atas untanya 2/191] [pada saat melempar jumrah] kepada
orang-orang. Mereka bertanya kepada beliau, kemudian datanglah seorang laki-laki dan
berkata, "[Wahai Rasulullah], saya tidak mengetahui, lalu saya bercukur sebelum
menyembelih." Beliau bersabda, "Sembelihlah dan tidak berdosa." Orang lain datang dan
berkata, "Saya tidak tahu, saya menyembelih sebelum melempar (jumrah)." Beliau bersabda,
"Lemparkanlah (jumrah) dan tidak berdosa." Nabi saw tidaklah ditanya [pada hari itu 2/190]
tentang sesuatu yang diajukan dan dikemudiankan kecuali beliau bersabda, "Lakukanlah dan
tidak berdosa."
Bab Ke-25: Orang yang Menjawab fatwa dengan Isyarat Tangan dan Kepala
63. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Ilmu (tentang agama) akan
dicabut, kebodohan dan fitnah-fitnah itu akan tampak, dan banyak kegemparan." Ditanyakan,
"Apakah kegemparan itu, wahai Rasulullah?" Lalu beliau berbuat (berisyarat) demikianlah
dengan tangan beliau, lalu beliau merobohkannya, seolah-olah beliau menghendaki
pembunuhan.[27]
Bab Ke-26: Anjuran Nabi saw. kepada Tamu Abdul Qais agar Memelihara Keimanan dan Ilmu, dan
Memberitahukan kepada Orang-Orang yang di Belakang Mereka
Malik bin al-Huwairits berkata, "Rasulullah saw bersabda kepada kami, 'Kembalilah kepada
keluargamu, kemudian ajarilah mereka.'"[28]
(Saya berkata, "Dalam hal ini Imam Bukhari telah membawakan hadits Ibnu Abbas dengan
isnadnya sebagaimana yang disebutkan pada hadits nomor 40.")
Bab Ke-27: Mengadakan Perjalanan untuk Mencari Jawaban terhadap Masalah yang Benar-Benar
Terjadi dan Mengajarkan kepada Keluarganya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Uqbah bin
al-Harits yang akan disebutkan pada [67- anNikah/24-BAB].")
Bab Ke-28: Saling Bergantian dalam Menuntut Ilmu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya beberapa jalan dari
hadits Umar yang akan disebutkan pada [46 al-Mazhalim/ 25 - BAB].")
Bab Ke-29: Marah dalam Memberi Nasihat atau Mengajar, Ketika Melihat Sesuatu yang Dibencinya
64. Abu Musa berkata, "Nabi saw. ditanya tentang sesuatu yang tidak disukai oleh beliau.
Ketika mereka banyak bertanya kepada beliau, maka beliau marah. Kemudian beliau bersabda
kepada orang-orang, "Tanyakanlah kepada saya tentang sesuatu yang kamu kehendaki." Seorang
laki-laki berkata, "Siapakah ayahku?" Beliau bersabda, "Ayahmu Hudzafah." Orang lain berdiri
dan bertanya, "Siapakah ayahku, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ayahmu Salim, maula
'mantan budak' Syaibah." Ketika Umar melihat apa yang terdapat pada wajah beliau (yang
berupa kemarahan), ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bertobat kepada Allah
Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia."
Bab Ke-30: Orang yang Berjongkok di Atas Kedua Lututnya di Depan Imam atau Orang yang
Memberi Keterangan
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits
Anas yang akan disebutkan pada [97 At-Tauhid/4-BAB]").
Bab Ke-31: Pengulangan Pembicaraan Seseorang Sebanyak Tiga Kali dengan Maksud agar Orang
Lain Mengerti
Ibnu Umar berkata, "Nabi saw. bersabda, 'Apakah aku sudah menyampaikan?' (beliau ulangi tiga
kali)."
65. Anas r.a. mengatakan bahwa apabila Nabi saw. mengatakan suatu perkataan beliau
mengulanginya tiga kali sehingga dimengerti. Apabila beliau datang pada suatu kaum, maka
beliau memberi salam kepada mereka tiga kali.
Bab Ke-32: Seorang Lelaki Mengajar Hamba Sahayanya yang Wanita dan Keluarganya
66. Abu Musa berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tiga (golongan) mendapat dua pahala yaitu
seorang Ahli Kitab yang beriman kepada Nabinya kemudian beriman kepada Muhammad saw.; hamba
sahaya apabila menunaikan hak Allah Ta'ala dan hak tuannya (dan dalam suatu riwayat: hamba
sahaya yang beribadah kepada Tuhannya dengan baik dan menunaikan kewajibannya terhadap
tuannya yang berupa hak, kesetiaan, dan ketaatan 3/142); dan seorang laki-laki yang
mempunyai budak wanita yang dididiknya secara baik serta diajarnya secara baik (dan dalam
satu riwayat: lalu dipenuhinya kebutuhan-kebutuhannya dan diperlakukannya dengan baik
3/123), kemudian dimerdekakannya [kemudian menentukan mas kawinnya 6/121][29] , lalu
dikawininya, maka ia mendapat dua pahala."
Kemudian Amir[30] berkata, "Kami memberikannya kepadamu tanpa imbalan sesuatu pun.
Sesungguhnya ia biasa dinaiki ke Madinah untuk keperluan lain."
Bab Ke-33: Imam Menasihati dan Mengajarkan Kaum Wanita
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas
yang akan disebutkan pada [12-Al-Idain / 19-BAB].")
Bab Ke-34: Antusiasme terhadap Hadits
67. Abu Hurairah r.a. berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah saw., 'Wahai Rasullullah,
siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaat engkau pada hari kiamat? Rasulullah saw.
bersabda, 'Sesungguhnya saya telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun
yang bertanya kepadaku tentang hal ini terlebih dahulu daripada engkau, karena saya
mengetahui antusiasmu (keinginanmu yang keras) terhadap hadits. Orang yang paling bahagia
dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan, "LAA ILAAHA ILLALLAH"
'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', dengan tulus dari hati atau jiwanya (dan dalam satu
riwayat: dari arah jiwanya 7/204)."
Bab Ke-35: Bagaimana Dicabutnya Ilmu Agama
Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakar Ibnu Hazm sebagai berikut,
"Perhatikanlah, apa yang berupa hadits Rasulullah saw. maka tulislah, karena sesungguhnya
aku khawatir ilmu agama tidak dipelajari lagi, dan ulama akan wafat. Janganlah engkau terima
sesuatu selain hadits Nabi saw.. Sebarluaskanlah ilmu dan ajarilah orang yang tidak mengerti
sehingga dia mengerti. Karena, ilmu itu tidak akan binasa (lenyap) kecuali kalau ia
dibiarkan rahasia (tersembunyi) pada seseorang."
68. Dari Urwah, [dia berkata, "Kami diberi keterangan 8/148] Abdullah bin Amr bin Ash, [maka
saya mendengar dia] berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah
tidak mencabut ilmu (agama) dengan serta-merta dari hamba-hamba Nya. Tetapi, Allah mencabut
ilmu dengan mewafatkan (mematikan) ulama, sehingga Allah tidak menyisakan orang pandai.
Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu, mereka ditanya, dan mereka
memberi fatwa tanpa ilmu. (Dan dalam satu riwayat: maka mereka memberi fatwa dengan
pikirannya sendiri). Maka, mereka sesat dan menyesatkan."
Kemudian aku (Urwah) berkata kepada Aisyah istri Nabi saw., lalu Abdullah bin Amr memberi
keterangan sesudah itu. Aisyah berkata, 'Wahai anak saudara wanitaku! Pergilah kepada
Abdullah, kemudian konfirmasikanlah kepadanya apa yang engkau ceritakan kepadaku itu.' Lalu
aku datang kepada Abdullah dan menanyakan kepadanya. Maka, dia menceritakan kepadaku apa
yang sudah diceritakan kepadaku itu. Kemudian aku datang kepada Aisyah, lalu kuberitahukan
kepadanya. maka dia merasa kagum. Ia berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya Abdullah bin Amr
telah hafal.'" (8/148).
Bab Ke-36: Apakah untuk Kaum Wanita Perlu Diberikan Giliran Hari yang Tersendiri dalam
Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Agama
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Said
al-Khudri yang akan disebutkan pada [96 - Al-I'tisham/9 - BAB].")
Bab Ke-37: Orang yang Mendengarkan Sesuatu Lalu Mengulanginya Hingga Mengetahui Secara
Sempurna
69. Ibnu Abi Mulaikah mengatakan bahwa Aisyah istri Nabi saw. tidak pernah mendengar sesuatu
yang tidak diketahuinya melainkan ia mengulangi lagi sehingga ia mengetahuinya benar-benar
(secara pasti). Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa yang dihisab, maka dia telah disiksa."
(Dalam satu riwayat: binasa 6/81). Aisyah berkata, "Lalu aku berkata, ["Biarlah Allah
menjadikan aku sebagai penebusmu, bukankah Allah Azza Wa Jalla berfirman, '[Adapun orang
yang diberikan kitabnya pada tangan kanannya], maka ia akan dihisab (diperhitungkan) dengan
perhitungan yang mudah?'" Lalu beliau bersabda, "Hal itu hanyalah suatu kelapangan. Tetapi,
barangsiapa yang diteliti betul perhitungannya, maka ia akan binasa." (Dan dalam satu
riwayat: "Dan tidak ada seorang pun yang diteliti betul hisabnya pada hari kiamat melainkan
ia telah disiksa." 7/198).
Bab Ke-38: Hendaklah Orang yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada yang Tidak Hadir
Hal itu dikatakan oleh Ibnu Abbas dari Nabi saw.[31]
70. Abu Syuraih [al-Adawi 5/94] berkata kepada Amr bin Said ketika ia mengirim pasukan ke
Mekah, "Izinkanlah saya wahai Amir untuk menyampaikan kepadamu suatu perkataan yang
disabdakan Nabi saw. pada pagi hari pembebasan (Mekah). Sabda beliau itu terdengar oleh
kedua telinga saya, dan hati saya memeliharanya, serta dua mata saya melihat ketika beliau
menyabdakannya. Beliau memuja Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda,
'Sesungguhnya Mekah itu dimuliakan oleh Allah Ta'ala dan manusia tidak memuliakannya, maka
tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menumpahkan darah di
Mekah, dan tidak halal menebang pepohonan di sana. Jika seseorang memandang ada kemurahan
(untuk berperang) berdasarkan peperangan Rasulullah saw. di sana, maka katakanlah [kepadanya
2/213], 'Sesungguhnya Allah telah mengizinkan bagi Rasul-Nya, tetapi tidak mengizinkan
bagimu, dan Allah hanya mengizinkan bagiku sesaat di suatu siang hari, kemudian kembali
kemuliaannya (diharamkannya) pada hari itu seperti haramnya kemarin.' Orang yang hadir
hendaklah menyampaikan kepada orang yang tidak hadir (gaib).' Kemudian ditanyakan kepada Abu
Syuraih, 'Apakah yang dikatakan [kepadamu] oleh Amr?" Dia menjawab, "Aku lebih mengetahui
[tentang hal itu] daripada engkau, wahai Abu Syuraih! Sesungguhnya Mekah (dalam satu
riwayat: Tanah Haram) tidak melindungi orang yang durhaka, orang yang lari karena kasus
darah (membunuh), dan orang yang lari karena merusak agama."
Abu Abdillah berkata, "Al-khurbah ialah merusak agama." (5/95)
Bab Ke-39: Dosa Orang yang Berdusta Atas Nama Nabi saw.
71. Ali r.a berkata, "Rasulullah saw bersabda, janganlah kamu berdusta atas namaku. Karena,
orang yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia memasuki neraka."
72, Dari Amir bin Abdullah ibnuz Zubair dari ayahnya, ia berkata, "Saya berkata kepada
az-Zubair, 'Saya tidak pernah mendengar engkau menceritakan suatu hadits yang engkau terima
dari Rasulullah saw. sebagaimana si Anu dan si Anu menceritakannya.' Zubair berkata,
"Ketahuilah, sesungguhnya saya ini tidak pernah berpisah dari beliau saw., tetapi saya
pernah mendengar beliau saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka
hendaklah ia bersedia menempati tempat duduknya di neraka.'"
73. Anas berkata, "Sesungguhnya ada hal yang menghalang-halangi aku untuk memberitakan
hadits kepada kamu sekalian, yaitu karena Nabi saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berdusta
atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menempati tempat duduknya di neraka.'"
74. Salamah bin Akwa' r.a. berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa
yang berkata atas namaku akan sesuatu yang tidak saya katakan, maka hendaklah ia bersedia
menempati tempat duduknya di neraka."
75. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa yang berdusta atas
namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia bersedia menempati tempat duduknya di neraka."
Bab Ke-40: Menulis Ilmu
76. Abu Hurairah mengatakan bahwa kabilah Khuza'ah membunuh seorang laki-laki dari kabilah
Laits pada tahun pembebasan Mekah. Karena, adanya orang yang terbunuh yang dibunuh orang
kabilah Khuza'ah [pada zaman jahiliah 8/38]. Hal itu diberitahukan kepada Nabi saw., lalu
beliau menaiki kendaraannya dan berkhotbah [kepada orang banyak. Lalu beliau memuji Allah
dan menyanjung-Nya 3/94], kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menahan Mekah
dari (serangan pasukan) gajah, dan Dia memberikan kekuasaan kepada Rasulullah saw. serta
orang-orang yang beriman atas mereka. Ketahuilah sesungguhnya Mekah tidak halal bagi orang
yang sebelumku dan tidak halal bagi orang yang sesudahku. Ketahuilah sesungguhnya Mekah itu
halal bagiku, sesaat dari siang hari. Ketahuilah bahwa Mekah pada saatku itu haram,
duri-durinya tidak boleh dipotong, pohon-pohonnya tidak boleh ditebang, barang temuannya
tidak boleh diambil kecuali bagi orang yang mencari (pemiliknya). Barangsiapa yang
keluarganya terbunuh, maka menurut pandangan yang terbaik, adakalanya pembunuhnya diikat dan
adakalanya dibalas bunuh oleh keluarga si terbunuh."
Seorang laki-laki dari penduduk Yaman [yang bernama Abu Syah] berkata, 'Tuliskan untuk saya
wahai Rasulullah!" Lalu beliau bersabda, 'Tulislah untuk ayah Fulan.' (Dan dalam satu
riwayat: 'Untuk Abu Syah.') Seorang laki-laki dari suku Quraisy berkata, "Kecuali idzkhir
'tumbuh-tumbuhan yang harum baunya', wahai Rasulullah, karena idzkhir itu ditempatkan di
rumah dan kuburan kami." Lalu Nabi saw. bersabda, "Kecuali idzkhir." [Saya bertanya kepada
Al-Auza'i, "Apa yang dimaksud dengan perkataannya, 'Tulislah untukku wahai Rasulullah' itu?'
Al-Auza'i menjawab, 'Khotbah yang didengarnya dari Rasulullah saw ini.'"].
77. Abu Hurairah r .a. berkata, 'Tiada seorang pun dari sahabat Nabi saw yang lebih banyak
dalam meriwayatkan hadits yang diterima dari beliau saw daripada saya, melainkan apa yang
didapat dari Abdullah bin Amr, sebab ia mencatat hadits sedang saya tidak mencatatnya."
Bab Ke-41: Ilmu dan Memberi Peringatan (Pengajian) pada Waktu Malam
78. Ummu Salamah r.a. berkata, "Nabi saw pada suatu malam bangun tidur (dengan terkejut
8/90), lalu beliau berkata, 'Mahasuci Allah! (Dan pada satu riwayat disebutkan: Dan beliau
mengucapkan LAAILAAHAILLALLAAH 7/47) Fitnah apakah yang diturunkan [Allah] pada malam ini?
Dan, perbendaharaan (rahmat) apakah yang dibuka? Bangunkanlah (dalam satu riwayat: Siapakah
yang mau membangunkan) para penghuni kamar [maksudnya istri-istrinya sehingga mereka
menunaikan shalat 7/ 123]. Banyak (dalam satu riwayat: wahai, banyaknya) orang berpakaian di
dunia namun telanjang di akhirat.'"
[Az-Zuhri berkata, "Hindun[32] mempunyai pakaian sejenis jubah yang kedua lengannya di
antara jari jarinya."]
Bab Ke-42: Berbicara pada Waktu Malam Mengenai Ilmu
79. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah saw shalat isya bersama kami pada akhir
hidup beliau [yaitu pada waktu malam yang orang-orang menyebutnya 'atamah 1/141]. Setelah
mengucapkan salam, maka beliau berdiri [lalu menghadap kepada kami], lalu bersabda,
'Bagaimana pendapatmu tentang malammu ini? Sesungguhnya pada awal seratus tahun (yang akan
datang) tidak ada yang masih tinggal seorang pun dari orang yang [pada hari ini 1/149] ada
di atas permukaan bumi." [Maka orang-orang pun ribut membicarakan sabda Rasulullah saw itu.
Mereka ramai membicarakan hadits-hadits tentang seratus tahun ini. Sebenarnya Nabi saw.
hanya bersabda, "Tidak akan tinggal (masih hidup) orang yang pada hari ini (saat beliau
bersabda itu) hidup di muka bumi." Maksudnya bahwa satu generasi itu akan berlalu (habis)].
Bab Ke-43: Menghapalkan Ilmu
80. Abu Hurairah r.a. berkata, "Saya hafal dari Nabi saw. dua tempat. Adapun salah satu dari
keduanya, maka saya siarkan (hadits itu) . Seandainya yang lain saya siarkan, niscaya
terputuslah tenggorokan ini."[33]
Bab Ke-44: Memperhatikan Keterangan Ulama
81. Jarir bin Abdillah mengatakan bahwa Nabi saw bersabda kepadanya pada waktu mengerjakan
haji Wada', "Diamkanlah manusia!" Lalu beliau bersabda, "Sesudahku nanti janganlah kamu
menjadi kafir, di mana sebagian kamu memotong leher sebagian yang lain."
Bab Ke-45: Apa yang Disunnahkan bagi Seorang Alim jika Ditanya, "Manakah Manusia yang
Terpandai", agar Menyerahkan Perihal Ilmu Kepandaian Itu kepada Allah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas
yang panjang mengenai kisah Khidhir bersama Musa yang tersebut pada [65 - At-Tafsir/ 18 -
AsSurah/2 - BAB].")
Bab Ke-46: Orang yang Bertanya Sambil Berdiri kepada Seorang Alim yang Sedang Duduk
82. Abu Musa r.a. berkata, "Seorang laki-laki (dalam satu riwayat: seorang Arab kampung
3/51) datang kepada Nabi saw., lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah berperang di jalan
Allah itu? Karena salah seorang di antara kami berperang karena marah dan ada yang berperang
karena menjaga gengsi. [Ada yang berperang karena hendak menunjukkan keberanian, dan ada
yang berperang karena ingin dipuji orang]. (Dan dalam satu riwayat disebutkan: Seseorang
berperang karena ingin mendapatkan harta rampasan, seseorang berperang karena ingin
mendapatkan popularitas, dan seseorang berperang karena ingin diketahui kedudukannya, maka
siapakah gerangan yang termasuk kategori fi sabilillah?' 3/206). Kemudian beliau bersabda
sambil mengangkat kepalanya dan tentunya beliau tidak perlu mengangkat kepala, melainkan
karena orang yang bertanya itu berdiri sedang beliau duduk. Lalu beliau menjawab,
'Barangsiapa yang berperang agar kalimah Allah menjadi yang tertinggi (menjunjung tinggi
agama Allah), maka dia di jalan Allah Azza wa Jalla.'"
Bab Ke-47: Bertanya dan Memberi Fatwa ketika Melontar Jumrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Abdullah bin
Amr yang sudah disebutkan pada nomor 62.")
Bab Ke-48: Firman Allah Ta'ala, "Tidaklah Kamu Diberi Pengetahuan Melainkan Sedikit."
(al-Israa': 85)
83. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Ketika saya berjalan bersama Rasulullah saw. di
[sebagian 8/198] reruntuhan (dalam satu riwayat: kebun 5/228)[34] Madinah, sedang beliau
bertelekan pada tongkat dari pelepah kurma yang lurus dan halus yang beliau bawa, lewatlah
sekelompok Yahudi. Lalu, sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,
'Tanyakanlah kepadanya tentang ruh.' [Lalu yang sebagian itu berkata, 'Apa kepentingan
kalian kepadanya?' 5/228], dan sebagian lagi dari mereka berkata, 'Janganlah kamu
menanyakannya, agar ia tidak membawa sesuatu (dan dalam satu riwayat: Agar ia tidak
memperdengarkan kepadamu sesuatu 8/144) yang kamu benci.' Sebagian dari mereka berkata,
'Sungguh kami akan bertanya kepadanya.' [Lalu mereka berkata, Tanyakanlah kepadanya!']
Kemudian seorang laki-laki dari mereka berdiri [kepada beliau] dan berkata, 'Wahai Abu
Qasim, apakah ruh itu?' Maka, [Nabi saw. diam, tiada menjawab sama sekali]. Dan dalam satu
riwayat: Maka beliau berdiri sesaat memperhatikan), [sambil bertelekan atas pelepah kurma,
sedang saya di belakang beliau 8/188]. Maka, saya berkata, 'Sesungguhnya beliau sedang
diberi wahyu.' [Saya mundur dari beliau sehingga wahyu selesai turun], lalu saya berdiri di
tempat saya. Ketika jelas hal itu, beliau membaca, "Yas-aluunaka'anir-ruuhi, qulir-ruuhu min
amri rabbii, wamaa uutuu minal-'ilmi illaa qaliilaa" 'Mereka bertanya kapadamu tentang ruh.
Katakanlah, 'Ruh itu adalah urusan Tuhanku.' Dan mereka tidak diberi ilmu melainkan hanya
sedikit'. Al-A'masy berkata, 'Demikianlah bacaan kami.'[35] [Lalu sebagian mereka berkata
kepada sebagian yang lain, Tadi sudah kami katakan, jangan tanyakan kepadanya!'].
Bab Ke-49: Orang yang Meninggalkan Sebagian Ikhtiar karena Khawatir Sebagian Orang Tidak
Memahaminya, Lalu Mereka Terjatuh ke Dalam Sesuatu yang Lebih Berat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Aisyah yang
akan disebutkan pada [25 -Al Hajj/42 - BAB].")
Bab Ke-50: Orang yang Mengkhususkan untuk Memberi Ilmu kepada Suatu Kaum dan Tidak kepada
Kaum Lain karena Khawatir Kaum Kedua Itu Tidak Dapat Memahaminya
84. Ali r.a. berkata, "Hendaklah kamu menasihati orang lain sesuai dengan tingkat kemampuan
mereka. Adakah kamu semua senang sekiranya Allah dan Rasul-Nya itu didustakan sebab
kurangnya pengertian yang ada pada mereka itu?"[36]
85. Qatadah mengatakan bahwa Anas bin Malik bercerita bahwa Rasulullah saw. -dan Mu'adz
sedang membonceng di atas kendaraan beliau- bersabda, "Hai Muadz". Ia menjawab, "Ya, wahai
Rasulullah, kebahagiaan bagi engkau." Beliau bersabda, "Hai Mu'adz!" Ia menjawab, "Ya, wahai
Rasulullah, kebahagiaan bagi engkau." (Ia mengucapkannya tiga kali) . Beliau bersabda,
'Tidak ada seorangpun yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah dengan betul-betul dari hatinya kecuali orang tersebut diharamkan oleh
Allah dari neraka. "Mu'adz bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah saya tidak memberitahukan
kepada manusia, agar mereka bergembira?" Beliau bersabda, "Kalau begitu, mereka akan
menyerah (tidak berusaha apa-apa)." Mu'adz memberitahukannya ketika meninggal agar tidak
berdosa.
(Dan diriwayatkan dari jalan lain dari Anas, ia berkata, "Diceritakan kepadaku[37] bahwa
Nabi saw. bersabda kepada Mu'adz, 'Barangsiapa yang menghadap kepada Allah (meninggal dunia)
sedang dia tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya, niscaya dia akan masuk surga."
Mu'adz bertanya, "Apakah tidak boleh saya sampaikan kabar gembira ini kepada orang banyak?"
Beliau menjawab, "Jangan, saya khawatir mereka akan menyerah (tanpa berusaha [karena salah
Paham])"[38]
Bab Ke-51: Malu dalam Menuntut Ilmu
Mujahid berkata, "Pemalu dan orang sombong tidak akan dapat mempelajari pengetahuan
agama."[39]
Aisyah berkata, "Sebaik-baik kaum wanita adalah kaum wanita sahabat Anshar. Mereka tidak
dihalang-halangi rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama."[40]
86. Ummu Salamah r.a. berkata, "Ummu Sulaim [istri Abu Thalhah 1/74] datang kepada Nabi saw
lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah
wanita wajib mandi apabila mimpi (bersetubuh)?' Nabi saw. bersabda, 'Ya, apabila wanita itu
melihat air (mani).' Lalu Ummu Sulaim menutup wajahnya (dan dalam satu riwayat: Maka Ummu
Salamah tertawa 4/102) dan berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah wanita itu mimpi
(bersetubuh)?' Beliau bersabda, 'Ya, berdebulah tanganmu (sial nian kamu), dengan apakah
anaknya dapat menyerupainya?")
Bab Ke-52: Orang yang Malu Bertanya Lalu Menyuruh Orang Lain Menanyakannya
87. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Saya adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan
madzi [tetapi aku malu untuk bertanya kepada Rasulullah saw. 1/52]. Lalu saya menyuruh
Miqdad bin Aswad untuk menanyakan kepada Nabi saw. [karena kedudukan putri beliau 1/71].
Lalu ia bertanya, lantas Nabi bersabda, 'Padanya wajib wudhu.'" (Dan dalam satu riwayat:
"Berwudhulah dan cucilah kemaluanmu" 1/71).
Bab Ke-53: Menyebutkan Ilmu dan Fatwa di Dalam Masjid
88. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan bahwa seorang laki-laki berdiri di masjid lalu
bertanya, "Wahai Rasulullah, dari manakah engkau menyuruh kami untuk mengeraskan suara
talbiah ketika ihram?" Rasulullah saw bersabda, "Penduduk Madinah mengeraskan suara talbiah
dari Dzull Hulaifah, penduduk Syam mengeraskan suara talbiah dari [Mahya'ah, yaitu 2/142]
Juhfah, dan penduduk Najd mengeraskan suara talbiah dari Qarn." (Dan dari jalan Zaid bin
Jubair, bahwa ia datang kepada Abdullah bin Umar, sedang Abdullah mempunyai kemah dan tenda.
Lalu aku bertanya kepadanya, "Dari manakah saya boleh memulai umrah?" Dia menjawab,
"Rasulullah saw. menentukannya bagi penduduk Najd di Qarn." Dan dia menyebutkan hadits yang
serupa itu 2/141). Ibnu Umar berkata, "Manusia menduga bahwa Rasulullah saw. bersabda,
'Penduduk Yaman mengeraskan suara talbiah dari Yalamlam."' Ibnu Umar berkata, "Dan saya
tidak tahu (dan pada satu riwayat saya tidak mendengar 2/143) ini dari Rasulullah saw." [Dan
disebutkan tentang Irak, lalu dia menjawab, "Pada waktu itu Irak belum menjadi miqat."
8/155][41]
Bab Ke-54: Orang yang Menjawab Si Penanya Lebih dari yang Ditanyakan
89. Ibnu Umar dari Nabi saw. mengatakan bahwa seseorang bertanya kepada beliau, "Apakah
[pakaian 7/36] yang dipakai oleh orang ihram?" Beliau bersabda, "Ia tidak boleh mengenakan
(dan dalam satu riwayat: Janganlah kamu memakai 2/214) baju kurung, serban, jubah berpeci,
dan kain yang dicelup wenter atau zafaran. [Dan jangan memakai khuf 'sepatu tinggi penutup
kakinya'], [kecuali jika ia tidak mendapatkan sandal 2/145]. Jika ia tidak mendapatkan
sandal, maka hendaklah menggunakan khuf dan agar dipotong sampai di bawah mata kaki. [Dan
janganlah wanita yang sedang ihram memakai penutup wajah dan jangan pula memakai kaos
tangan]."
Ubaidullah berkata, "Jangan memakai pakaian yang dicelup waras (wenter). Dan dia pernah
berkata, 'Wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai cadar (penutup wajah), dan tidak
boleh memakai kaos tangan.'"[42]
Malik berkata dari Nafi' dari Ibnu Umar, "Wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai
cadar."[43]
--------------------------------------------------------------------------------
Catatan Kaki:
[1] Di dalam riwayat Karimah dan al-Ashili disebutkan, "Al-Humaidi berkata, 'Demikian pula
yang disebutkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Mustakhraj. Maka riwayat ini muttashil.'"
[2] Ini adalah bagian dari hadits yang populer mengenai penciptaan janin, dan akan
disebutkan secara maushul pada (60 -Ahaadiistul Anbiyaa' / 2 - BAB).
[3] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam Al-Janaiz (2/69) dan At-Tafsir (5/153), tetapi tidak
disebutkan secara eksplisit dari Abdullah Ibnu Mas'ud bahwa ia mendengar dari Nabi saw.,
berbeda dengan kesan yang diperoleh dari perkataan al-Hafizh di sini. Sesungguhnya yang
me-maushul-kannya dengan menyebutkan ia mendengar itu adalah Imam Muslim dalam Al-Iman di
dalam riwayatnya, dan akan disebutkan hadits ini pada (23 - Al-Janaiz / 1 - BAB) dengan izin
Allah Ta'ala.
[4] Ini adalah bagian dari hadits yang diamushulkan oleh penyusun dalam (81 - Ar-Riqaq / l4
- BAB).
[5] Ini adalah potongan dari sebuah hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada
(60-Ahaadiistul Anbiya' / 25 - BAB ).
[6] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam (17 - At-Tauhid / 50- BAB ).
[7] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam (30 - Ash-Shaum / 9 - BAB ).
[8] Di-maushul-kan oleh penyusun dari mereka dalam bab ini.
[9] Yaitu Abu Sa'id al-Haddad.
[10] Hadits ini di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab ini dari hadits Anas, tetapi di situ
tidak disebutkan bahwa Dhimam memberitahukan hal itu kepada kaumnya. Pemberitahuan Dhimam
kepada kaumnya itu hanya disebutkan dalam hadits dari riwayat Ibnu Abbas, yang diriwayatkan
secara lengkap oleh ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/165 - 167) dan Ahmad (1/264), dan
sanadnya hasan.
[11] Ini adalah bagian dari hadits panjang yang diriwayatkan secara maushul dengan lengkap
pada (66 - Fahaailul Qur'an / 1- BAB).
[12] Atsar Ibnu Umar di-maushul-kan oleh Ibnu Mandah di dalam Kitab al-Washiyyah dengan
sanad sahih dari Abu Abdur Rahman al-Habli, dari Abdullah yang hampir sama dengan itu. Maka,
boleh jadi (yang dimaksud) Abdullah ini adalah Abdullah bin Umar, karena al-Habli mendengar
darinya; dan boleh jadi (yang dimaksud) dia adalah Abdullah bin Amr, karena al-Habli
terkenal meriwayatkan darinya. Sedangkan atsar Yahya bin Said dan Malik Ibnu Anas
di-maushul-kan oleh al-Hakim di dalam 'Ulumul Hadits (hlm. 259) dengan isnad yang bagus.
[13] Riwayat ini dimaushulkan oleh Ibnu Ishaq dari Urwah bin Zubeir secara mursal, dan
ath-Thabari dalam Tafsirnya dari hadits Jundub al-Bajali dengan sanad hasan sebagaimana
disebutkan dalam Al-Fath, dan dia berkata, "Maka, dengan jalan sebanyak ini jadilah riwayat
ini shahih."
[14] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dari Abud
Darda' secara marju'. Hadits ini memiliki beberapa syahid (pendukung) yang menjadikannya
kuat sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Dan, hadits ini ditakhrij dalam At-Ta'liqur
Raghib 1/53.
[15] Ini juga bagian dari hadits tersebut, dan bagian ini diriwayatkan oleh Muslim di dalam
Shahih-nya dari hadits Abu Hurairah, juga diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-Ilm 25
dengan tahqiq saya.
[16] Imam Bukhari me-maushul-kan hadits ini pada dua bab lagi dari hadits Muawiyah.
[17] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah (114) dengan sanad
sahih dari Abud Darda' secara marfu', dan diriwayatkan oleh lainnya secara marfu'. Ia
memiliki dua syahid dari hadits Muawiyah. Saya telah mentakhrij hadits ini dalam
Al-Ahaditsush Shahihah 342.
[18] Di-maushul-kan oleh ad-Darimi dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah.
[19] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Ashim dengan sanad hasan, dan al-Khathib dengan sanad lain
yang sahih.
[20] Yaitu an-Nakha'i sebagaimana dalam riwayat Muslim.
[21] Di-maushul-kan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-Ilmu (9) dengan sanad shahih. Demikian pula
Ibnu Abi Syaibah.
[22] Tambahan ini disebutkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi diriwayatkan secara
maushul oleh Imam Muslim. Mudah-mudahan Allah Ta'ala merahmati mereka.
[23] Yakni tanpa penutup, dan makna ini dikuatkan oleh riwayat al-Bazzar dengan lafal, "Dan
Nabi saw. melakukan shalat wajib tanpa ada sesuatu pun yang menutupnya (menabirinya)."
Demikian disebutkan dalam Al-Fath.
[24] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam
Al-Adabul Mufrad, Imam Ahmad, dan Abu Ya'la dengan sanad hasan. Ia meriwayatkan sebagian
yang lain secara mu'allaq pada (97 - At-Tauhid/32 - BAB).
[25] Al-Hafizh tidak mentakhrijnya, dan tampaknya lafal ini mengalami perubahan, dan yang
benar adalah yang pertama, yaitu qabilat.
[26] Di-maushul-kan oleh al-Jhathib dalam Al-Jami' dan al-Baihaqi dalarn Al-Madkhal.
[27] Saya katakan, "Di dalam kitab asal, sesudah ini terdapat hadits Asma' yang menyatakan
isyarat dengan kepala di dalam shalat, dan akan disebutkan pada (4 -Al-Wudhu/38-BAB)".
[28] Imam Bukhari me-maushul-kannya dalam beberapa tempat, dan akan disebutkan pada
(95-Khabarul Wahid/ 1-BAB).
[29] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), dan
di-maushul-kan oleh Ahmad dan lainnya. Tambahan ini adalah ganjil dan tidak sah menurut
penelitian saya, sebagaimana saya jelaskan dalam Adh-Dha'ifah nomor 3364.
[30] Saya katakan bahwa Amir ini adalah asy-Sya'bi yang meriwayatkan hadits ini dari Abi
Burdah dari ayahnya, yakni Abu Musa al-Asy'ari. Ia mengucapkan perkataan ini kepada orang
yang meriwayatkan darinya, yaitu Shalih bin Hayyan.
[31] Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Abbas, Insya Allah akan disebutkan aecara maushul
pada (25 - Al-Hajj / 132 - BAB).
[32] Yaitu Hindun binti al-Harits al-Farasiyah yang meriwayatkan hadits ini dari Ummu
Salamah radhiyallaahu 'anha.
[33] Al-Hafizh berkata, "Para ulama menafsirkan tempat (bejana) yang tidak disebarkan oleh
Abu Hurairah hadits-hadits yang di dalamnya itu berisi tentang pemerintahan yang buruk,
perihal mereka, dan zaman mereka. Abu Hurairah menyindir sebagiannya dan tidak
menjelaskannya secara transparan karena takut atas keselamatan dirinya dari tindakan mereka,
seperti perkataannya, "Aku berlindung kepada Allah dari permulaan tahun enam puluh dan dari
pemerintahan anak-anak." Ucapannya ini mengisyaratkan kepada pemerintahan Yazid bin Muawiyah
yang memerintahkan pada permulaan tahun enam puluhan hijriyah, dan Allah telah mengabulkan
doa Abu Hurairah ini dengan mewafatkannya satu tahun sebelum masa pemerintahan Yazid.
Kemudian dia menolak pandangan golongan tasawuf ekstrem yang menjadikan hadits ini sebagai
jalan untuk membenarkan perkataan mereka yang batil, "Sesungguhnya syariat itu ada yang
lahir dan ada yang bathin." Silakan periksa, jika Anda menghendaki!
[34] Al-Hafizh berkata, "Inilah yang lebih tepat, karena lafal ini juga diriwayatkan oleh
Muslim dari jalan lain dari Ibnu Mas'ud dengan lafal khana fi nakhal."
[35] Saya katakan, "Bacaan ini tidak bertentangan dengan bacaan yang sudah populer dan
mutawatir yaitu "Wa maa uutiitum", sebagaimana sudah tidak samar lagi."
[36] Saya katakan, "Bentuk riwayat ini seperti riwayat mu'allaq. Akan tetapi, sesudahnya
dibawakannya isnadnya hingga kepada Ali radhiyallahu 'anhu, sehingga dengan demikian riwayat
ini maushul."
[37] Al-Hafizh berkata, "Anas tidak menyebutkan siapa yang bercerita kepadanya tentang hal
itu pada semua jalan yang saya teliti." Saya (Al-Albani) berkata, "Ini adalah suatu hal yang
mengherankan dari beliau (al-Hafizh), karena hadits ini diriwayatkan oleh Qatadah dari Anas,
padahal ia mengatakan pada riwayat Ahmad (5/242) dari Qatadah dari Anas bahwa Mu'adz bin
Jabal menceritakan kepadanya. Dan diikuti oleh Abu Sufyan dari Anas, ia berkata, "Mu'adz
datang kepada kami, lalu kami berkata, 'Ceritakanlah kepada kami sebagian dari hadits-hadits
yang unik dari Rasulullah saw..' Mu'adz menjawab, 'Ya, saya pernah membonceng Rasulullah
saw. di atas keledai, lalu beliau bersabda, "Wahai Mu'adz .... dst" Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad (5/228 dan 236), dan isnadnya sahih. Lebih mengherankan lagi bahwa al-Hafizh tidak
membawakannya di sini padahal penyusun (Imam Bukhari) sendiri meriwayatkannya pada
[81-Ar-Riqaq/ 36 - BAB] dari jalan pertama dari Qatadah: Anas bin Malik menceritakan kepada
kami dari Mu'adz bin Jabal, ia berkata .... Lalu Anas menyebutkannya. Oleh karena itu, saya
menganggap boleh saya mengulangnya di sana karena di sini dari Musnad Anas, dan di sana dari
Musnad Mu'adz. Memang, kalau al-Hafizh membuat komentar ini pada akhir hadits dari jalan
yang pertama, niscaya tidak ada kesamaran. Karena, Anas berada di Madinah ketika Mu'adz
meninggal di Syam, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh sendiri, tetapi beliau
menempatkannya bukan pada tempatnya."
[38] Diriwayatkan oleh Muslim (1/45). Dan dia (Imam Muslim) meriwayatkannya pula dari Abu
Hurairah dan Ubadah bin Shamit (1/43)
[39] Di-maushul-kan oleh Abu Nua'im dalam Al-Hilyah dengan sanad sahih.
[40] Di-maushul-kan oleh Muslim (1/180) dengan sanad hasan.
[41] Terdapat riwayat yang sah mengenai penetapan Dzatu Irqin sebagai miqat bagi penduduk
Irak dari riwayat Ibnu Umar dari sahabat-sahabat Nabi saw. Silakan Anda periksa buku saya
Hajjatun Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wasallam halaman 52, terbitan al-Maktabul-Islami.
[42] Di-maushul-kan oleh Ishaq Ibnu Rahawaih dan Ibnu Khuzaimah dari beberapa jalan dari
Ubaidullah bin Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar. Lalu ia bawakan hadits itu hingga perkataan,
"Dan waras atau zafaran." Dia berkata, "Dan Abdullah yakni Ibnu Umar berkata ...." Lalu
disebutkannya secara mauquf pada Ibnu Umar.
[43] Riwayat ini terdapat di dalam Al-Muwaththa' 1/305. Penyusun bermaksud bahwa Imam Malik
membatasi hadits pada kalimat ini saja secara mauquf pada Ibnu Umar. Hal itu untuk
disisipkan di dalam hadits tersebut, dan kalimat itu darl perkataan Ibnu Umar. Inilah yang
dikuatkan oleh al-Hafizh dalam Al-Fath yang berbeda dengan penyusun (Imam Bukhari), karena
al-Hafizh menguatkan ke-marfu'-an hadits ini sebagaimana saya jelaskan dalam Al-Irwa'
(1011).