Jumat, 29 April 2011

Keutamaan ilmu

 Bab Ke-1: Keutamaan Ilmu. Firman Allah  
 
 
 "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi

ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan"

(al-Mujaadilah: 11), dan, "Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."('Thaahaa: 114)

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari tidak membawakan satu hadits pun.")
 
 
Bab Ke-2: Seseorang yang ditanya mengenai ilmu pengetahuan, sedangkan ia masih sibuk

berbicara. Kemudian ia menyelesaikan pembicaraannya, lalu menjawab orang yang bertanya.

42. Abu Hurairah r.a. berkata, "Ketika Rasulullah saw. di suatu majelis sedang berbicara

dengan suatu kaum, datanglah seorang kampung dan berkata, 'Kapankah kiamat itu?' Rasulullah

terus berbicara, lalu sebagian kaum berkata, 'Beliau mendengar apa yang dikatakan olehnya,

namun beliau benci apa yang dikatakannya itu.' Dan sebagian dari mereka berkata, 'Beliau

tidak mendengarnya.' Sehingga, ketika beliau selesai berbicara, maka beliau bersabda, 'Di

manakah gerangan orang yang bertanya tentang kiamat?' Ia berkata, 'Inilah saya, wahai

Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Apabila amanat itu telah disia-siakan, maka nantikanlah

kiamat.' Ia berkata, 'Bagaimana menyia-nyiakannya?' Beliau bersabda, 'Apabila perkara

(urusan) diserahkan (pada satu riwayat disebutkan dengan: disandarkan 7/188) kepada selain

ahlinya, maka nantikanlah kiamat."

 
 

Bab Ke-3: Orang yang Mengeraskan Suaranya mengenai Ilmu Pengetahuan

 

43. Abdullah bin Amr r.a. berkata, "Nabi saw. tertinggal (dari kami 4/91) dalam suatu

perjalanan yang kami tempuh lalu beliau menyusul kami, dan kami telah terdesak oleh shalat

(pada satu riwayat disebutkan: shalat ashar). Kami berwudhu, dan ketika kami sampai membasuh

kaki, lalu beliau menyeru dengan suara yang keras, 'Celakalah bagi tumit-tumit karena api

neraka!' (Beliau mengucapkannya dua atau tiga kali)."


Bab Ke-4: Perkataan perawi hadits dengan haddatsanaa 'telah berbicara kepada kami ... ' atau

akhbaranaa 'telah memberitahukan kepada kami ... ' atau anba-anaa 'telah menginformasikan

kepada kami ... '.

44. Al-Humaidi[1] berkata, "Menurut Ibnu Uyainah, perkataan haddatsanaa, akhbaranaa,

anba-anaa, dan sami'tuu adalah sama (saja)."

13. Ibnu Mas'ud berkata, 'Telah berbicara kepada kami Rasulullah saw., sedang beliau adalah

orang yang benar lagi dibenarkan."[2]

 

14. Syaqiq berkata, "Dari Abdullah, ia berkata, 'Saya mendengarkan Nabi saw. suatu perkataan

...'"[3]

 

15. Hudzaifah berkata, "Rasulullah saw. telah berbicara kepada kami dengan dua hadits."[4]

 

16. Abul Aliyah berkata, "Dari Ibnu Abbas dari Nabi saw mengenai apa yang beliau riwayatkan

(adalah) dari Tuhannya Azza wa Jalla."[5]

17. Anas berkata, "Dari Nabi saw., beliau meriwayatkannya dari Tuhanmu Azza wa Jalla."[6]

18. Abu Hurairah r.a. berkata, "Dari Nabi saw., beliau mcriwayatkannya dari Tuhannya Azza wa

Jalla."[7]

 

(Saya berkata, "Dalam hal ini dia [Imam Bukhari] meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu

Umar yang akan disebutkan pada [65 -At-Tafsir / 14 Surah / 2 - BAB])."


Bab Ke-5: Imam Melontarkan Pertanyaan kepada Para Sahabatnya untuk Menguji Pengetahuan

Mereka

 

(Saya berkata, "Mengenai hal ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Ibnu Umar

yang diisyaratkan di atas.")

 
Bab Ke-6: Keterangan tentang Ilmu dan Firman Allah, "Katakanlah, Tuhanku, tambahkanlah

kepadaku ilmu. " (Thaahaa: 114)

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari tidak menyebutkan sebuah hadits pun.")



Bab Ke-7: Membacakan dan Mengkonfirmasikan kepada Orang yang Menyampaikan Berita

 

Al-Hasan, Sufyan, dan Malik berpendapat boleh membacakan.[8]

 

45. Dari Sufyan ats-Tsauri dan Malik, disebutkan bahwa mereka berpendapat boleh membacakan

dan mendengarkan.

46. Sufyan berkata, "Apabila dibacakan kepada orang yang menyampaikan suatu berita, maka

tidak mengapa dia berkata, 'Ceritakanlah kepadaku', dan "Saya dengar'. Sebagian mereka[9]

memperbolehkan membacakan kepada orang alim dengan alasan hadits Dhimam bin Tsa'labah[10]

yang berkata kepada Nabi saw., "Apakah Allah memerintahkanmu melakukan shalat?" Beliau

menjawab, "Ya." Sufyan berkata, "Maka, ini adalah pembacaan kepada Nabi saw.. Dhimam

memberitahukan hal itu kepada kaumnya, lalu mereka menerimanya."

Malik berargumentasi dengan dokumen yang dibacakan kepada suatu kaum, lalu mereka berkata,

"Si Fulan telah bersaksi kepada kami", dan hal itu dibacakan kepada mereka. Dibacakan kepada

orang yang menyuruh membaca, lalu orang yang membaca berkata, "Si Fulan menyuruhku membaca."

47. Al-Hasan berkata, 'Tidak mengapa membacakan kepada orang alim."

 

48. Sufyan berkata, "Apabila dibacakan (dikonfirmasikan) kepada ahli hadits (perawi, orang

yang menyampaikan hadits / berita), maka tidak mengapa dia berkata, 'Ceritakanlah

kepadaku.'"

49. Malik dan Sufyan berkata, "Membacakan (mengkonfirmasikan) kepada orang yang alim dan

bacaan orang alim itu sama saja."

 

50. Anas bin Malik r.a. berkata, "Ketika kami duduk dengan Nabi saw di masjid, masuklah

seorang laki-laki yang mengendarai unta, lalu mendekamkan untanya di dalam masjid, dan

mengikatnya. Kemudian ia berkata, 'Manakah di antara kalian yang bernama Muhammad?' Nabi

saw. bertelekan di antara mereka, lalu kami katakan, 'Laki-laki putih yang bertelekan ini.'

Laki-laki itu bertanya, 'Putra Abdul Muthalib?' Nabi bersabda kepadanya, 'Saya telah

menjawabmu.' Ia berkata, 'Sesungguhnya saya bertanya kepadamu, berat atasmu namun janganlah

diambil hati olehmu terhadap saya.' Beliau bersabda, 'Tanyakan apa-apa yang timbul dalam

dirimu.' Ia berkata, 'Saya bertanya kepadamu tentang Tuhanmu, dan Tuhan orang-orang yang

sebelummu. Apakah Allah mengutusmu kepada seluruh manusia?' Nabi bersabda, 'Ya Allah,

benar.' Ia berkata, 'Saya menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk

shalat lima waktu dalam sehari semalam?' Beliau bersabda, 'Ya Allah, benar.' Ia berkata,

'Saya menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk puasa bulan ini

(Ramadhan) dalam satu tahun?' Beliau bersabda, 'Ya Allah, benar.' Ia berkata, 'Saya

menyumpahmu dengan nama Allah, apakah Allah menyuruhmu untuk mengambil zakat ini dari

orang-orang kaya kita, lalu kamu bagikan kepada orang-orang fakir kita?' Beliau bersabda,

'Ya Allah, benar.' Lalu laki-laki itu berkata, 'Saya percaya pada apa yang kamu bawa dan

saya adalah utusan dari orang yang di belakang saya dari kalangan kaum saya. Saya Dhimam bin

Tsa'labah, saudara bani Sa'ad bin Bakr.'"

 

Bab Ke-8: Keterangan tentang Perpindahan (Buku-Buku Ilmu Pengetahuan) dari Tangan ke Tangan,

dan Penulisan Ilmu Pengetahuan oleh Ahli-Ahli Ilmu Pengetahuan dari Berbagai Negeri

 

Anas berkata, "Utsman menyalin beberapa mushhaf, lalu mengirimkannya ke berbagai

wilayah."[11]

Abdullah bin Umar, Yahya bin Said, dan Malik berpendapat bahwa yang demikian itu

diperbolehkan.[12]

Beberapa Ulama Hijaz mendukung pendapat itu berdasarkan hadits Nabi saw. ketika beliau

mengirimkan surat dengan perantaraan komandan pasukan dan beliau berkata, "Janganlah kamu

bacakan surat ini sebelum kamu sampai di tempat ini dan ini." Setelah sampai di tempat itu,

komandan itu membacakannya kepada orang banyak, dan dia memberitahukan kepada mereka apa

yang diperintahkan oleh Nabi saw.[13]

 

51. Abdullah bin Abbas mengatakan bahwa Rasulullah saw. mengutus seorang laki-laki (dalam

satu riwayat disebutkan: Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi 5/136) untuk membawa surat beliau,

dan laki-laki itu disuruh memberikannya kepada pembesar Bahrain, lalu pembesar Bahrain

merobek-robeknya. Ia berkata, "Lalu Rasulullah saw. mendoakan agar mereka benar-benar

dirobek-robek."

 

Bab Ke-9: Orang yang Duduk di Tempat Terakhir Paling Jauh dari Suatu Pertemuan dan Orang

yang Menemukan Suatu Tempat Pertemuan atau Duduk di Sana

 

52. Abu Waqid al-Laitsi mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw. duduk di masjid bersama

orang-orang, tiba-tiba datang tiga orang. Dua orang menghadap kepada Nabi saw. dan seorang

(lagi) pergi. Dua orang itu berhenti pada Rasulullah saw., yang seorang duduk di belakang

mereka, dan yang ketiga berpaling, pergi. Ketika Rasulullah saw. selesai, beliau bersabda,

"Maukah saya beritakan tentang tiga orang. Yaitu, salah seorang di antara mereka berlindung

kepada Allah, maka Allah melindunginya; yang seorang lagi malu, maka Allah malu terhadapnya;

dan yang lain lagi berpaling, maka Allah berpaling darinya."


 

Bab Ke-10: Sabda Nabi saw., "Seringkali orang yang diberi tahu suatu keterangan lebih dapat

mengingatnya daripada yang mendengarkannya sendiri."

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Bakrah

pada [64 - Al-Maghazi / 79 - BAB].")

 


Bab Ke-11: Ilmu Wajib Dituntut Sebelum Mengucapkan dan Sebelum Beramal

 

Hal tersebut didasarkan firman Allah Ta'ala dalam surah Muhammad ayat 19, "Maka ketahuilah

(wahai Muhammad), bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." Maka,

dalam ayat ini Allah memulai dengan menyebut ilmu. Selain itu, disebutkan bahwa ulama adalah

pewaris-pewaris Nabi. Mereka mewarisi ilmu pengetahuan. Barangsiapa yang mendapatkannya,

maka dia beruntung dan memperoleh sesuatu yang besar.[14]

 

"Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari suatu pengetahuan (agama), Allah akan

memudahkan baginya jalan menuju surga."[15]

 

Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya

hanyalah ulama." (Faathir: 28); "Tiada yang memahaminya kecuali bagi orang-orang yang

berilmu" (al-Ankabuut: 43); "Dan mereka berkata, 'Sekiranya kami mendengarkan atau

memikirkan (peringatan) itu, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang

menyala-nyala" (al-Mulk: 10); dan "Adakah sama orang-orang yang tahu dengan orang-orang yang

tidak mengetahui." (az-Zumar: 9)

Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka ia dikaruniai kepahaman

agama."[16]

Dan beliau saw. bersabda, "Sesungguhnya ilmu itu hanya diperoleh dengan belajar."[17]

Abu Dzar berkata, "Andaikan kamu semua meletakkan sebilah pedang di atas ini (sambil

menunjuk ke arah lehernya). Kemudian aku memperkirakan masih ada waktu untuk melangsungkan

atau menyampaikan sepatah kata saja yang kudengar dari Nabi saw. sebelum kamu semua

melaksanakannya, yakni memotong leherku, niscaya kusampaikan sepatah kata dari Nabi saw.

itu."[18]

 

Ibnu Abbas berkata, "Jadilah kamu semua itu golongan Rabbani, yaitu (golongan yang) penuh

kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih (yakni ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

hukum hukum agama), dan mengerti."[19] Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud "Rabbani"'

ialah orang yang mendidik manusia dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil

sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang sukar).


Bab Ke-12: Apa yang Dilakukan oleh Nabi saw. tentang Memberi Sela-Sela Waktu (Yakni Tidak

Setiap Hari) dalam Menasihati dan Mengajarkan Ilmu agar Mereka Tidak Lari (Berpaling) Karena

Bosan

 

53. Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Mudahkanlah dan jangan mempersulit,

gembirakanlah (dalam satu riwayat disebutkan: jadikanlah tenang 7/ 101) dan jangan membuat

orang lari."



Bab Ke-13: Orang yang Memberikan Hari-Hari Tertentu untuk Para Ahli Ilmu Pengetahuan

 

54. Abu Wa-il berkata, "Abdullah pada setiap hari Kamis memberikan peringatan (yakni

mengajar ilmu-ilmu keagamaan kepada orang banyak). Kemudian ada seseorang berkata, "Wahai

ayah Abdur Rahman, aku sebenarnya lebih senang andaikata kamu memberikan peringatan kepada

kami setiap hari." Abdullah menjawab, "Ketahuilah, sesungguhnya ada satu hal yang

menghalangiku untuk berbuat begitu, yaitu aku tidak senang membuatmu bosan, dan sesungguhnya

aku akan memberikan nasihat (pelajaran) kepada kamu sebagaimana Nabi saw. (dalam satu

riwayat dari Abu Wa-il, ia berkata, "Kami menantikan Abdullah, tiba tiba datanglah Zaid bin

Muawiyah,[20] lalu kami berkata kepadanya, "Apakah Anda tidak duduk?" Ia menjawab, "Tidak,

tetapi saya akan masuk dan meminta sahabatmu itu keluar kepadamu. Kalau tidak, maka saya

akan duduk." Lalu Abdullah keluar sambil menggandeng tangannya, lalu ia berdiri menghadap

kami seraya berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberi tahu tentang keberadaanmu

(kedatanganmu), tetapi yang menghalangiku untuk keluar kepadamu ialah karena Rasulullah saw.

7/169) biasa memberi kami nasihat pada beberapa hari tertentu dalam seminggu karena khawatir

(dan dalam satu riwayat: tidak suka) membuat kami bosan."

 
Bab Ke-14: Barangsiapa yang Dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka Allah Menjadikannya

Pandai Agama

 

55. Humaid bin Abdur Rahman berkata, "Saya mendengar Mu'awiyah sewaktu ia berkhotbah

mengatakan, 'Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa yang dikehendaki Allah

dalam kebaikan, maka Allah menjadikannya pandai agama. Saya ini hanya pembagi (penyampai

wahyu secara merata), dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia memberi (pemahaman). Dan

akan senantiasa ada [dari 4/187] umat ini [suatu umat] yang menegakkan urusan Allah.

Tidaklah membahayakan mereka [orang yang meremehkan mereka (dan dalam satu riwayat: orang

yang mendustakan mereka 8/189) dan tidak pula] orang yang menentang mereka (dan dalam satu

riwayat: Dan urusan umat ini akan senantiasa lurus sehingga datang hari kiamat atau 8/149)

sehingga datang [kepada mereka] perintah Allah [sedang mereka tetap pada yang demikian itu.'

Lalu Malik bin Tukhamir berkata, 'Mu'adz berkata, 'Sedang mereka berada di negeri Syam.'

Kemudian Mua'wiyah berkata, 'Malik ini mengaku bahwa dia mendengar Mu'adz berkata, 'Sedang

mereka berada di negeri Syam.'"].

 
Bab Ke-15: Pemahaman dalam Hal Ilmu

 

(Saya berkata, "Dalam hal ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar

yang telah disebutkan di muka [4 - BAB].')

 
Bab Ke-16: Berkeinginan Besar untuk Menjadi Orang yang Mempunyai Ilmu dan Hikmah

 

Umar berkata, "Belajarlah ilmu agama yang mendalam sebelum kamu dijadikan pemimpin".[21]

 

Sahabat-sahabat Nabi saw. masih terus belajar pada waktu usia mereka sudah lanjut

56. Abdullah bin Mas'ud berkata, "Nabi saw bersabda, Tidak boleh iri hati kecuali pada dua

hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta itu dikuasakan

penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia

memutuskan perkara dan mengajar dengannya.



Bab Ke-17: Mengenai apa yang disebutkan perihal kepergian Nabi Musa a.s. di lautan untuk

menemui Khidhir dan firman Allah, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku

ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (al-Kahfi: 66)

57. Ubaidullah bin Abdullah dari Ibnu Abbas, bahwa ia, berselisih pendapat dengan Hurr bin

Qais bin Hishin Al-Fazari perihal kawan Nabi Musa yakni orang yang dicari Nabi Musa a.s..

Ibnu Abbas mengatakan bahwa kawan yang dimaksud itu ialah Khidhir, sedangkan Hurr mengatakan

bukan. Kemudian lewatlah Ubay bin Ka'ab [al-Anshari 8/ 193] di depan mereka. Ibnu Abbas lalu

memanggilnya kemudian berkata, "Sesungguhnya aku berselisih pendapat dengan sahabatku ini

siapa kawan Musa yang olehnya ditanyakan mengenai jalan untuk menuju tempatnya itu, agar

dapat bertemu dengannya. Apakah kamu pernah mendengar hal-ihwalnya yang kamu dengar sendiri

dari Nabi saw?" Ubay bin Ka'ab menjawab, "Ya, saya mendengar Rasulullah saw.

[menyebut-nyebut hal-ihwalnya 1/27]. Beliau bersabda, 'Ketika Musa duduk bersama beberapa

orang Bani Israel, [tiba-tiba seorang laki-laki datang dan bertanya kepadanya (Musa),

'Adakah seseorang yang lebih pandai daripada kamu?' Musa menjawab, 'Tidak." Maka, Allah

menurunkan wahyu kepada Musa, "Ada, yaitu hamba Kami Khidhir." Musa bertanya kepada (Allah)

bagaimana jalan ke sana (pada suatu riwayat : bagaimana cara bertemu dengannya 1/8). Maka,

Allah menjadikan ikan sebagai sebuah tanda baginya dan dikatakan kepadanya, 'Apabila ikan

itu hilang darimu, maka kembalilah (ke tempat di mana ikan itu hilang) karena engkau akan

bertemu dengannya (Khidhir). 'Maka, Musa pun mengikuti jejak ikan laut. Murid Musa berkata

kepadanya, 'Adakah kamu melihat kita berdiam yakni ketika beristirahat di batu besar.

Sesungguhnya aku terlupa kepada ikan hiu itu dan tiada yang membuat aku lupa tentang hal

itu, melainkan setan.' Musa berkata, 'Kalau demikian, memang itulah tempat yang kita cari.'

Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Kemudian mereka bertemu dengan

Khidhir. Maka, apa yang terjadi pada mereka selanjutnya telah diceritakan Allah Azza wa

Jalla di dalam Kitab-Nya."

 
Bab Ke-18: Sabda Nabi saw., "Ya Allah, Ajarkanlah Al-Qur an kepadanya."

 

58. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw. memelukku [ke dadanya 4/ 217] dan bersabda,

"Ya Allah, ajarkanlah Al-Qur'an kepadanya." (Dan dalam satu riwayat: al-hikmah. Al-hikmah

ialah kebenaran di luar nubuwwah).

 
Bab Ke- 19: Kapankah Anak Kecil Boleh Mendengarkan Pengajian?

 

59. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Saya datang kepada orang yang datang dengan naik keledai, pada

saat itu saya hampir dewasa dan Rasulullah saw. sedang [berdiri] shalat di Mina [pada waktu

haji wada' [22]] tanpa dinding.[23] Saya melewati depan shaf [kemudian saya turun], dan saya

melepaskan keledai itu makan dan minum lalu saya masuk ke shaf. (Dan dalam satu riwayat:

Lalu saya berbaris bersama orang-orang di belakang Rasulullah saw.), dan tidak ada seorang

pun yang mengingkari hal itu atasku."


Bab Ke-20: Pergi Menuntut Ilmu

 

Jabir bin Abdullah pergi selama sebulan kepada Abdullah bin Anis mengenai sebuah hadits.[24]

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas

yang telah disebutkan pada dua bab sebelumnya.")



Bab Ke-21: Keutamaan Orang yang Berilmu dan Mengajarkannya

 

60. Abu Musa mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Perumpamaan apa yang diutuskan Allah

kepadaku yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah

itu ada yang gembur yang dapat menerima air (dan dalam riwayat yang mu'allaq disebutkan

bahwa di antaranya ada bagian yang dapat menerima air[25] ), lalu tumbuhlah rerumputan yang

banyak. Daripadanya ada yang keras dapat menahan air dan dengannya Allah memberi kemanfaatan

kepada manusia lalu mereka minum, menyiram, dan bertani. Air hujan itu mengenai kelompok

lain yaitu tanah licin, tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian

itu perumpamaan orang yang pandai tentang agama Allah dan apa yang diutuskan kepadaku

bermanfaat baginya. Ia pandai dan mengajar. Juga perumpamaan orang yang tidak menghiraukan

hal itu, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah yang saya diutus dengannya."


Bab Ke-22: Diangkatnya (Hilangnya) Ilmu dan Munculnya Kebodohan

 

Rabi'ah berkata, 'Tidak boleh bagi seseorang yang memiliki sesuatu lantas menyia-nyiakan

dirinya."[26]

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang

akan disebutkan pada [67 - an-Nikah/111- BAB].")

Bab Ke-23: Keutamaan Ilmu

 

61. Ibnu Umar berkala, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Ketika saya tidur

didatangkan kepada saya segelas susu, lalu saya minum [sebagiannya 8/79], sehingga saya

melihat cairan [mengalir], keluar pada kuku-kuku saya, (dan dalam satu riwayat: ujung-ujung

jari saya 7/74). Kemudian kelebihannya saya berikan kepada Umar ibnul Khaththab.' Mereka

berkata, 'Engkau takwilkan apakah, wahai Rasulullah? Beliau bersabda, 'Ilmu.'"

 

Bab Ke-24: Memberikan Fatwa-Fatwa Agama ketika Menaiki Seekor Binatang atau Berdiri di Atas

Apa Saja

 

62. Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan bahwa Nabi saw. wukuf pada haji Wada' di Mina

[beliau berkhotbah pada hari Nahar di atas untanya 2/191] [pada saat melempar jumrah] kepada

orang-orang. Mereka bertanya kepada beliau, kemudian datanglah seorang laki-laki dan

berkata, "[Wahai Rasulullah], saya tidak mengetahui, lalu saya bercukur sebelum

menyembelih." Beliau bersabda, "Sembelihlah dan tidak berdosa." Orang lain datang dan

berkata, "Saya tidak tahu, saya menyembelih sebelum melempar (jumrah)." Beliau bersabda,

"Lemparkanlah (jumrah) dan tidak berdosa." Nabi saw tidaklah ditanya [pada hari itu 2/190]

tentang sesuatu yang diajukan dan dikemudiankan kecuali beliau bersabda, "Lakukanlah dan

tidak berdosa."


Bab Ke-25: Orang yang Menjawab fatwa dengan Isyarat Tangan dan Kepala

 

63. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Ilmu (tentang agama) akan

dicabut, kebodohan dan fitnah-fitnah itu akan tampak, dan banyak kegemparan." Ditanyakan,

"Apakah kegemparan itu, wahai Rasulullah?" Lalu beliau berbuat (berisyarat) demikianlah

dengan tangan beliau, lalu beliau merobohkannya, seolah-olah beliau menghendaki

pembunuhan.[27]


Bab Ke-26: Anjuran Nabi saw. kepada Tamu Abdul Qais agar Memelihara Keimanan dan Ilmu, dan

Memberitahukan kepada Orang-Orang yang di Belakang Mereka

 

Malik bin al-Huwairits berkata, "Rasulullah saw bersabda kepada kami, 'Kembalilah kepada

keluargamu, kemudian ajarilah mereka.'"[28]

 

(Saya berkata, "Dalam hal ini Imam Bukhari telah membawakan hadits Ibnu Abbas dengan

isnadnya sebagaimana yang disebutkan pada hadits nomor 40.")



Bab Ke-27: Mengadakan Perjalanan untuk Mencari Jawaban terhadap Masalah yang Benar-Benar

Terjadi dan Mengajarkan kepada Keluarganya

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Uqbah bin

al-Harits yang akan disebutkan pada [67- anNikah/24-BAB].")



Bab Ke-28: Saling Bergantian dalam Menuntut Ilmu

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya beberapa jalan dari

hadits Umar yang akan disebutkan pada [46 al-Mazhalim/ 25 - BAB].")


Bab Ke-29: Marah dalam Memberi Nasihat atau Mengajar, Ketika Melihat Sesuatu yang Dibencinya

 

64. Abu Musa berkata, "Nabi saw. ditanya tentang sesuatu yang tidak disukai oleh beliau.

Ketika mereka banyak bertanya kepada beliau, maka beliau marah. Kemudian beliau bersabda

kepada orang-orang, "Tanyakanlah kepada saya tentang sesuatu yang kamu kehendaki." Seorang

laki-laki berkata, "Siapakah ayahku?" Beliau bersabda, "Ayahmu Hudzafah." Orang lain berdiri

dan bertanya, "Siapakah ayahku, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ayahmu Salim, maula

'mantan budak' Syaibah." Ketika Umar melihat apa yang terdapat pada wajah beliau (yang

berupa kemarahan), ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bertobat kepada Allah

Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia."


Bab Ke-30: Orang yang Berjongkok di Atas Kedua Lututnya di Depan Imam atau Orang yang

Memberi Keterangan

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits

Anas yang akan disebutkan pada [97 At-Tauhid/4-BAB]").



Bab Ke-31: Pengulangan Pembicaraan Seseorang Sebanyak Tiga Kali dengan Maksud agar Orang

Lain Mengerti

 

Ibnu Umar berkata, "Nabi saw. bersabda, 'Apakah aku sudah menyampaikan?' (beliau ulangi tiga

kali)."

65. Anas r.a. mengatakan bahwa apabila Nabi saw. mengatakan suatu perkataan beliau

mengulanginya tiga kali sehingga dimengerti. Apabila beliau datang pada suatu kaum, maka

beliau memberi salam kepada mereka tiga kali.


Bab Ke-32: Seorang Lelaki Mengajar Hamba Sahayanya yang Wanita dan Keluarganya

66. Abu Musa berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tiga (golongan) mendapat dua pahala yaitu

seorang Ahli Kitab yang beriman kepada Nabinya kemudian beriman kepada Muhammad saw.; hamba

sahaya apabila menunaikan hak Allah Ta'ala dan hak tuannya (dan dalam suatu riwayat: hamba

sahaya yang beribadah kepada Tuhannya dengan baik dan menunaikan kewajibannya terhadap

tuannya yang berupa hak, kesetiaan, dan ketaatan 3/142); dan seorang laki-laki yang

mempunyai budak wanita yang dididiknya secara baik serta diajarnya secara baik (dan dalam

satu riwayat: lalu dipenuhinya kebutuhan-kebutuhannya dan diperlakukannya dengan baik

3/123), kemudian dimerdekakannya [kemudian menentukan mas kawinnya 6/121][29] , lalu

dikawininya, maka ia mendapat dua pahala."

Kemudian Amir[30] berkata, "Kami memberikannya kepadamu tanpa imbalan sesuatu pun.

Sesungguhnya ia biasa dinaiki ke Madinah untuk keperluan lain."

 

Bab Ke-33: Imam Menasihati dan Mengajarkan Kaum Wanita

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas

yang akan disebutkan pada [12-Al-Idain / 19-BAB].")


Bab Ke-34: Antusiasme terhadap Hadits

 

67. Abu Hurairah r.a. berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah saw., 'Wahai Rasullullah,

siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaat engkau pada hari kiamat? Rasulullah saw.

bersabda, 'Sesungguhnya saya telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun

yang bertanya kepadaku tentang hal ini terlebih dahulu daripada engkau, karena saya

mengetahui antusiasmu (keinginanmu yang keras) terhadap hadits. Orang yang paling bahagia

dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan, "LAA ILAAHA ILLALLAH"

'Tidak ada Tuhan melainkan Allah', dengan tulus dari hati atau jiwanya (dan dalam satu

riwayat: dari arah jiwanya 7/204)."

 

Bab Ke-35: Bagaimana Dicabutnya Ilmu Agama

 

Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakar Ibnu Hazm sebagai berikut,

"Perhatikanlah, apa yang berupa hadits Rasulullah saw. maka tulislah, karena sesungguhnya

aku khawatir ilmu agama tidak dipelajari lagi, dan ulama akan wafat. Janganlah engkau terima

sesuatu selain hadits Nabi saw.. Sebarluaskanlah ilmu dan ajarilah orang yang tidak mengerti

sehingga dia mengerti. Karena, ilmu itu tidak akan binasa (lenyap) kecuali kalau ia

dibiarkan rahasia (tersembunyi) pada seseorang."

 

68. Dari Urwah, [dia berkata, "Kami diberi keterangan 8/148] Abdullah bin Amr bin Ash, [maka

saya mendengar dia] berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah

tidak mencabut ilmu (agama) dengan serta-merta dari hamba-hamba Nya. Tetapi, Allah mencabut

ilmu dengan mewafatkan (mematikan) ulama, sehingga Allah tidak menyisakan orang pandai.

Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu, mereka ditanya, dan mereka

memberi fatwa tanpa ilmu. (Dan dalam satu riwayat: maka mereka memberi fatwa dengan

pikirannya sendiri). Maka, mereka sesat dan menyesatkan."

Kemudian aku (Urwah) berkata kepada Aisyah istri Nabi saw., lalu Abdullah bin Amr memberi

keterangan sesudah itu. Aisyah berkata, 'Wahai anak saudara wanitaku! Pergilah kepada

Abdullah, kemudian konfirmasikanlah kepadanya apa yang engkau ceritakan kepadaku itu.' Lalu

aku datang kepada Abdullah dan menanyakan kepadanya. Maka, dia menceritakan kepadaku apa

yang sudah diceritakan kepadaku itu. Kemudian aku datang kepada Aisyah, lalu kuberitahukan

kepadanya. maka dia merasa kagum. Ia berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya Abdullah bin Amr

telah hafal.'" (8/148).


Bab Ke-36: Apakah untuk Kaum Wanita Perlu Diberikan Giliran Hari yang Tersendiri dalam

Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Agama

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Said

al-Khudri yang akan disebutkan pada [96 - Al-I'tisham/9 - BAB].")


Bab Ke-37: Orang yang Mendengarkan Sesuatu Lalu Mengulanginya Hingga Mengetahui Secara

Sempurna

69. Ibnu Abi Mulaikah mengatakan bahwa Aisyah istri Nabi saw. tidak pernah mendengar sesuatu

yang tidak diketahuinya melainkan ia mengulangi lagi sehingga ia mengetahuinya benar-benar

(secara pasti). Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa yang dihisab, maka dia telah disiksa."

(Dalam satu riwayat:  binasa 6/81). Aisyah berkata, "Lalu aku berkata, ["Biarlah Allah

menjadikan aku sebagai penebusmu, bukankah Allah Azza Wa Jalla berfirman, '[Adapun orang

yang diberikan kitabnya pada tangan kanannya], maka ia akan dihisab (diperhitungkan) dengan

perhitungan yang mudah?'" Lalu beliau bersabda, "Hal itu hanyalah suatu kelapangan. Tetapi,

barangsiapa yang diteliti betul perhitungannya, maka ia akan binasa." (Dan dalam satu

riwayat: "Dan tidak ada seorang pun yang diteliti betul hisabnya pada hari kiamat melainkan

ia telah disiksa." 7/198).


Bab Ke-38: Hendaklah Orang yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada yang Tidak Hadir

 

Hal itu dikatakan oleh Ibnu Abbas dari Nabi saw.[31]

70. Abu Syuraih [al-Adawi 5/94] berkata kepada Amr bin Said ketika ia mengirim pasukan ke

Mekah, "Izinkanlah saya wahai Amir untuk menyampaikan kepadamu suatu perkataan yang

disabdakan Nabi saw. pada pagi hari pembebasan (Mekah). Sabda beliau itu terdengar oleh

kedua telinga saya, dan hati saya memeliharanya, serta dua mata saya melihat ketika beliau

menyabdakannya. Beliau memuja Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda,

'Sesungguhnya Mekah itu dimuliakan oleh Allah Ta'ala dan manusia tidak memuliakannya, maka

tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menumpahkan darah di

Mekah, dan tidak halal menebang pepohonan di sana. Jika seseorang memandang ada kemurahan

(untuk berperang) berdasarkan peperangan Rasulullah saw. di sana, maka katakanlah [kepadanya

2/213], 'Sesungguhnya Allah telah mengizinkan bagi Rasul-Nya, tetapi tidak mengizinkan

bagimu, dan Allah hanya mengizinkan bagiku sesaat di suatu siang hari, kemudian kembali

kemuliaannya (diharamkannya) pada hari itu seperti haramnya kemarin.' Orang yang hadir

hendaklah menyampaikan kepada orang yang tidak hadir (gaib).' Kemudian ditanyakan kepada Abu

Syuraih, 'Apakah yang dikatakan [kepadamu] oleh Amr?" Dia menjawab, "Aku lebih mengetahui

[tentang hal itu] daripada engkau, wahai Abu Syuraih! Sesungguhnya Mekah (dalam satu

riwayat: Tanah Haram) tidak melindungi orang yang durhaka, orang yang lari karena kasus

darah (membunuh), dan orang yang lari karena merusak agama."

Abu Abdillah berkata, "Al-khurbah ialah merusak agama." (5/95)



Bab Ke-39: Dosa Orang yang Berdusta Atas Nama Nabi saw.

71. Ali r.a berkata, "Rasulullah saw bersabda, janganlah kamu berdusta atas namaku. Karena,

orang yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia memasuki neraka."

72, Dari Amir bin Abdullah ibnuz Zubair dari ayahnya, ia berkata, "Saya berkata kepada

az-Zubair, 'Saya tidak pernah mendengar engkau menceritakan suatu hadits yang engkau terima

dari Rasulullah saw. sebagaimana si Anu dan si Anu menceritakannya.' Zubair berkata,

"Ketahuilah, sesungguhnya saya ini tidak pernah berpisah dari beliau saw., tetapi saya

pernah mendengar beliau saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka

hendaklah ia bersedia menempati tempat duduknya di neraka.'"

73. Anas berkata, "Sesungguhnya ada hal yang menghalang-halangi aku untuk memberitakan

hadits kepada kamu sekalian, yaitu karena Nabi saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berdusta

atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menempati tempat duduknya di neraka.'"

 

74. Salamah bin Akwa' r.a. berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa

yang berkata atas namaku akan sesuatu yang tidak saya katakan, maka hendaklah ia bersedia

menempati tempat duduknya di neraka."

75. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa yang berdusta atas

namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia bersedia menempati tempat duduknya di neraka."

 

Bab Ke-40: Menulis Ilmu

 

76. Abu Hurairah mengatakan bahwa kabilah Khuza'ah membunuh seorang laki-laki dari kabilah

Laits pada tahun pembebasan Mekah. Karena, adanya orang yang terbunuh yang dibunuh orang

kabilah Khuza'ah [pada zaman jahiliah 8/38]. Hal itu diberitahukan kepada Nabi saw., lalu

beliau menaiki kendaraannya dan berkhotbah [kepada orang banyak. Lalu beliau memuji Allah

dan menyanjung-Nya 3/94], kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menahan Mekah

dari (serangan pasukan) gajah, dan Dia memberikan kekuasaan kepada Rasulullah saw. serta

orang-orang yang beriman atas mereka. Ketahuilah sesungguhnya Mekah tidak halal bagi orang

yang sebelumku dan tidak halal bagi orang yang sesudahku. Ketahuilah sesungguhnya Mekah itu

halal bagiku, sesaat dari siang hari. Ketahuilah bahwa Mekah pada saatku itu haram,

duri-durinya tidak boleh dipotong, pohon-pohonnya tidak boleh ditebang, barang temuannya

tidak boleh diambil kecuali bagi orang yang mencari (pemiliknya). Barangsiapa yang

keluarganya terbunuh, maka menurut pandangan yang terbaik, adakalanya pembunuhnya diikat dan

adakalanya dibalas bunuh oleh keluarga si terbunuh."

Seorang laki-laki dari penduduk Yaman [yang bernama Abu Syah] berkata, 'Tuliskan untuk saya

wahai Rasulullah!" Lalu beliau bersabda, 'Tulislah untuk ayah Fulan.' (Dan dalam satu

riwayat: 'Untuk Abu Syah.') Seorang laki-laki dari suku Quraisy berkata, "Kecuali idzkhir

'tumbuh-tumbuhan yang harum baunya', wahai Rasulullah, karena idzkhir itu ditempatkan di

rumah dan kuburan kami." Lalu Nabi saw. bersabda, "Kecuali idzkhir." [Saya bertanya kepada

Al-Auza'i, "Apa yang dimaksud dengan perkataannya, 'Tulislah untukku wahai Rasulullah' itu?'

Al-Auza'i menjawab, 'Khotbah yang didengarnya dari Rasulullah saw ini.'"].

 

77. Abu Hurairah r .a. berkata, 'Tiada seorang pun dari sahabat Nabi saw yang lebih banyak

dalam meriwayatkan hadits yang diterima dari beliau saw daripada saya, melainkan apa yang

didapat dari Abdullah bin Amr, sebab ia mencatat hadits sedang saya tidak mencatatnya."

Bab Ke-41: Ilmu dan Memberi Peringatan (Pengajian) pada Waktu Malam

 

78. Ummu Salamah r.a. berkata, "Nabi saw pada suatu malam bangun tidur (dengan terkejut

8/90), lalu beliau berkata, 'Mahasuci Allah! (Dan pada satu riwayat disebutkan: Dan beliau

mengucapkan LAAILAAHAILLALLAAH 7/47) Fitnah apakah yang diturunkan [Allah] pada malam ini?

Dan, perbendaharaan (rahmat) apakah yang dibuka? Bangunkanlah (dalam satu riwayat: Siapakah

yang mau membangunkan) para penghuni kamar [maksudnya istri-istrinya sehingga mereka

menunaikan shalat 7/ 123]. Banyak (dalam satu riwayat: wahai, banyaknya) orang berpakaian di

dunia namun telanjang di akhirat.'"

[Az-Zuhri berkata, "Hindun[32] mempunyai pakaian sejenis jubah yang kedua lengannya di

antara jari jarinya."]


Bab Ke-42: Berbicara pada Waktu Malam Mengenai Ilmu

 

79. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah saw shalat isya bersama kami pada akhir

hidup beliau [yaitu pada waktu malam yang orang-orang menyebutnya 'atamah 1/141]. Setelah

mengucapkan salam, maka beliau berdiri [lalu menghadap kepada kami], lalu bersabda,

'Bagaimana pendapatmu tentang malammu ini? Sesungguhnya pada awal seratus tahun (yang akan

datang) tidak ada yang masih tinggal seorang pun dari orang yang [pada hari ini 1/149] ada

di atas permukaan bumi." [Maka orang-orang pun ribut membicarakan sabda Rasulullah saw itu.

Mereka ramai membicarakan hadits-hadits tentang seratus tahun ini. Sebenarnya Nabi saw.

hanya bersabda, "Tidak akan tinggal (masih hidup) orang yang pada hari ini (saat beliau

bersabda itu) hidup di muka bumi." Maksudnya bahwa satu generasi itu akan berlalu (habis)].

 
Bab Ke-43: Menghapalkan Ilmu

 

80. Abu Hurairah r.a. berkata, "Saya hafal dari Nabi saw. dua tempat. Adapun salah satu dari

keduanya, maka saya siarkan (hadits itu) . Seandainya yang lain saya siarkan, niscaya

terputuslah tenggorokan ini."[33]


Bab Ke-44: Memperhatikan Keterangan Ulama

 

81. Jarir bin Abdillah mengatakan bahwa Nabi saw bersabda kepadanya pada waktu mengerjakan

haji Wada', "Diamkanlah manusia!" Lalu beliau bersabda, "Sesudahku nanti janganlah kamu

menjadi kafir, di mana sebagian kamu memotong leher sebagian yang lain."

 

Bab Ke-45: Apa yang Disunnahkan bagi Seorang Alim jika Ditanya, "Manakah Manusia yang

Terpandai", agar Menyerahkan Perihal Ilmu Kepandaian Itu kepada Allah

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas

yang panjang mengenai kisah Khidhir bersama Musa yang tersebut pada [65 - At-Tafsir/ 18 -

AsSurah/2 - BAB].")



Bab Ke-46: Orang yang Bertanya Sambil Berdiri kepada Seorang Alim yang Sedang Duduk

 

82. Abu Musa r.a. berkata, "Seorang laki-laki (dalam satu riwayat: seorang Arab kampung

3/51) datang kepada Nabi saw., lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah berperang di jalan

Allah itu? Karena salah seorang di antara kami berperang karena marah dan ada yang berperang

karena menjaga gengsi. [Ada yang berperang karena hendak menunjukkan keberanian, dan ada

yang berperang karena ingin dipuji orang]. (Dan dalam satu riwayat disebutkan: Seseorang

berperang karena ingin mendapatkan harta rampasan, seseorang berperang karena ingin

mendapatkan popularitas, dan seseorang berperang karena ingin diketahui kedudukannya, maka

siapakah gerangan yang termasuk kategori fi sabilillah?' 3/206). Kemudian beliau bersabda

sambil mengangkat kepalanya dan tentunya beliau tidak perlu mengangkat kepala, melainkan

karena orang yang bertanya itu berdiri sedang beliau duduk. Lalu beliau menjawab,

'Barangsiapa yang berperang agar kalimah Allah menjadi yang tertinggi (menjunjung tinggi

agama Allah), maka dia di jalan Allah Azza wa Jalla.'"



Bab Ke-47: Bertanya dan Memberi Fatwa ketika Melontar Jumrah

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Abdullah bin

Amr yang sudah disebutkan pada nomor 62.")


Bab Ke-48: Firman Allah Ta'ala, "Tidaklah Kamu Diberi Pengetahuan Melainkan Sedikit."

(al-Israa': 85)

83. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Ketika saya berjalan bersama Rasulullah saw. di

[sebagian 8/198] reruntuhan (dalam satu riwayat: kebun 5/228)[34] Madinah, sedang beliau

bertelekan pada tongkat dari pelepah kurma yang lurus dan halus yang beliau bawa, lewatlah

sekelompok Yahudi. Lalu, sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,

'Tanyakanlah kepadanya tentang ruh.' [Lalu yang sebagian itu berkata, 'Apa kepentingan

kalian kepadanya?' 5/228], dan sebagian lagi dari mereka berkata, 'Janganlah kamu

menanyakannya, agar ia tidak membawa sesuatu (dan dalam satu riwayat: Agar ia tidak

memperdengarkan kepadamu sesuatu 8/144) yang kamu benci.' Sebagian dari mereka berkata,

'Sungguh kami akan bertanya kepadanya.' [Lalu mereka berkata, Tanyakanlah kepadanya!']

Kemudian seorang laki-laki dari mereka berdiri [kepada beliau] dan berkata, 'Wahai Abu

Qasim, apakah ruh itu?' Maka, [Nabi saw. diam, tiada menjawab sama sekali]. Dan dalam satu

riwayat: Maka beliau berdiri sesaat memperhatikan), [sambil bertelekan atas pelepah kurma,

sedang saya di belakang beliau 8/188]. Maka, saya berkata, 'Sesungguhnya beliau sedang

diberi wahyu.' [Saya mundur dari beliau sehingga wahyu selesai turun], lalu saya berdiri di

tempat saya. Ketika jelas hal itu, beliau membaca, "Yas-aluunaka'anir-ruuhi, qulir-ruuhu min

amri rabbii, wamaa uutuu minal-'ilmi illaa qaliilaa" 'Mereka bertanya kapadamu tentang ruh.

Katakanlah, 'Ruh itu adalah urusan Tuhanku.' Dan mereka tidak diberi ilmu melainkan hanya

sedikit'. Al-A'masy berkata, 'Demikianlah bacaan kami.'[35] [Lalu sebagian mereka berkata

kepada sebagian yang lain, Tadi sudah kami katakan, jangan tanyakan kepadanya!'].

Bab Ke-49: Orang yang Meninggalkan Sebagian Ikhtiar karena Khawatir Sebagian Orang Tidak

Memahaminya, Lalu Mereka Terjatuh ke Dalam Sesuatu yang Lebih Berat

 

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Aisyah yang

akan disebutkan pada [25 -Al Hajj/42 - BAB].")

 
 

Bab Ke-50: Orang yang Mengkhususkan untuk Memberi Ilmu kepada Suatu Kaum dan Tidak kepada

Kaum Lain karena Khawatir Kaum Kedua Itu Tidak Dapat Memahaminya

84. Ali r.a. berkata, "Hendaklah kamu menasihati orang lain sesuai dengan tingkat kemampuan

mereka. Adakah kamu semua senang sekiranya Allah dan Rasul-Nya itu didustakan sebab

kurangnya pengertian yang ada pada mereka itu?"[36]

 

85. Qatadah mengatakan bahwa Anas bin Malik bercerita bahwa Rasulullah saw. -dan Mu'adz

sedang membonceng di atas kendaraan beliau- bersabda, "Hai Muadz". Ia menjawab, "Ya, wahai

Rasulullah, kebahagiaan bagi engkau." Beliau bersabda, "Hai Mu'adz!" Ia menjawab, "Ya, wahai

Rasulullah, kebahagiaan bagi engkau." (Ia mengucapkannya tiga kali) . Beliau bersabda,

'Tidak ada seorangpun yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad

adalah utusan Allah dengan betul-betul dari hatinya kecuali orang tersebut diharamkan oleh

Allah dari neraka. "Mu'adz bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah saya tidak memberitahukan

kepada manusia, agar mereka bergembira?" Beliau bersabda, "Kalau begitu, mereka akan

menyerah (tidak berusaha apa-apa)." Mu'adz memberitahukannya ketika meninggal agar tidak

berdosa.

(Dan diriwayatkan dari jalan lain dari Anas, ia berkata, "Diceritakan kepadaku[37] bahwa

Nabi saw. bersabda kepada Mu'adz, 'Barangsiapa yang menghadap kepada Allah (meninggal dunia)

sedang dia tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya, niscaya dia akan masuk surga."

Mu'adz bertanya, "Apakah tidak boleh saya sampaikan kabar gembira ini kepada orang banyak?"

Beliau menjawab, "Jangan, saya khawatir mereka akan menyerah (tanpa berusaha [karena salah

Paham])"[38]

 
 

Bab Ke-51: Malu dalam Menuntut Ilmu

 

Mujahid berkata, "Pemalu dan orang sombong tidak akan dapat mempelajari pengetahuan

agama."[39]

Aisyah berkata, "Sebaik-baik kaum wanita adalah kaum wanita sahabat Anshar. Mereka tidak

dihalang-halangi rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama."[40]

 

86. Ummu Salamah r.a. berkata, "Ummu Sulaim [istri Abu Thalhah 1/74] datang kepada Nabi saw

lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah

wanita wajib mandi apabila mimpi (bersetubuh)?' Nabi saw. bersabda, 'Ya, apabila wanita itu

melihat air (mani).' Lalu Ummu Sulaim menutup wajahnya (dan dalam satu riwayat: Maka Ummu

Salamah tertawa 4/102) dan berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah wanita itu mimpi

(bersetubuh)?' Beliau bersabda, 'Ya, berdebulah tanganmu (sial nian kamu), dengan apakah

anaknya dapat menyerupainya?")

 

Bab Ke-52: Orang yang Malu Bertanya Lalu Menyuruh Orang Lain Menanyakannya

 

87. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Saya adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan

madzi [tetapi aku malu untuk bertanya kepada Rasulullah saw. 1/52]. Lalu saya menyuruh

Miqdad bin Aswad untuk menanyakan kepada Nabi saw. [karena kedudukan putri beliau 1/71].

Lalu ia bertanya, lantas Nabi bersabda, 'Padanya wajib wudhu.'" (Dan dalam satu riwayat:

"Berwudhulah dan cucilah kemaluanmu" 1/71).

 

Bab Ke-53: Menyebutkan Ilmu dan Fatwa di Dalam Masjid

 

88. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan bahwa seorang laki-laki berdiri di masjid lalu

bertanya, "Wahai Rasulullah, dari manakah engkau menyuruh kami untuk mengeraskan suara

talbiah ketika ihram?" Rasulullah saw bersabda, "Penduduk Madinah mengeraskan suara talbiah

dari Dzull Hulaifah, penduduk Syam mengeraskan suara talbiah dari [Mahya'ah, yaitu 2/142]

Juhfah, dan penduduk Najd mengeraskan suara talbiah dari Qarn." (Dan dari jalan Zaid bin

Jubair, bahwa ia datang kepada Abdullah bin Umar, sedang Abdullah mempunyai kemah dan tenda.

Lalu aku bertanya kepadanya, "Dari manakah saya boleh memulai umrah?" Dia menjawab,

"Rasulullah saw. menentukannya bagi penduduk Najd di Qarn." Dan dia menyebutkan hadits yang

serupa itu 2/141). Ibnu Umar berkata, "Manusia menduga bahwa Rasulullah saw. bersabda,

'Penduduk Yaman mengeraskan suara talbiah dari Yalamlam."' Ibnu Umar berkata, "Dan saya

tidak tahu (dan pada satu riwayat saya tidak mendengar 2/143) ini dari Rasulullah saw." [Dan

disebutkan tentang Irak, lalu dia menjawab, "Pada waktu itu Irak belum menjadi miqat."

8/155][41]


Bab Ke-54: Orang yang Menjawab Si Penanya Lebih dari yang Ditanyakan

 

89. Ibnu Umar dari Nabi saw. mengatakan bahwa seseorang bertanya kepada beliau, "Apakah

[pakaian 7/36] yang dipakai oleh orang ihram?" Beliau bersabda, "Ia tidak boleh mengenakan

(dan dalam satu riwayat: Janganlah kamu memakai 2/214) baju kurung, serban, jubah berpeci,

dan kain yang dicelup wenter atau zafaran. [Dan jangan memakai khuf 'sepatu tinggi penutup

kakinya'], [kecuali jika ia tidak mendapatkan sandal 2/145]. Jika ia tidak mendapatkan

sandal, maka hendaklah menggunakan khuf dan agar dipotong sampai di bawah mata kaki. [Dan

janganlah wanita yang sedang ihram memakai penutup wajah dan jangan pula memakai kaos

tangan]."

 

Ubaidullah berkata, "Jangan memakai pakaian yang dicelup waras (wenter). Dan dia pernah

berkata, 'Wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai cadar (penutup wajah), dan tidak

boleh memakai kaos tangan.'"[42]

 

Malik berkata dari Nafi' dari Ibnu Umar, "Wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai

cadar."[43]

 

--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:

 

[1] Di dalam riwayat Karimah dan al-Ashili disebutkan, "Al-Humaidi berkata, 'Demikian pula

yang disebutkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Mustakhraj. Maka riwayat ini muttashil.'"

[2] Ini adalah bagian dari hadits yang populer mengenai penciptaan janin, dan akan

disebutkan secara maushul pada (60 -Ahaadiistul Anbiyaa' / 2 - BAB).

[3] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam Al-Janaiz (2/69) dan At-Tafsir (5/153), tetapi tidak

disebutkan secara eksplisit dari Abdullah Ibnu Mas'ud bahwa ia mendengar dari Nabi saw.,

berbeda dengan kesan yang diperoleh dari perkataan al-Hafizh di sini. Sesungguhnya yang

me-maushul-kannya dengan menyebutkan ia mendengar itu adalah Imam Muslim dalam Al-Iman di

dalam riwayatnya, dan akan disebutkan hadits ini pada (23 - Al-Janaiz / 1 - BAB) dengan izin

Allah Ta'ala.

 

[4] Ini adalah bagian dari hadits yang diamushulkan oleh penyusun dalam (81 - Ar-Riqaq / l4

- BAB).

[5] Ini adalah potongan dari sebuah hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada

(60-Ahaadiistul Anbiya' / 25 - BAB ).

 

[6] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam (17 - At-Tauhid / 50- BAB ).

 

[7] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam (30 - Ash-Shaum / 9 - BAB ).

[8] Di-maushul-kan oleh penyusun dari mereka dalam bab ini.

[9] Yaitu Abu Sa'id al-Haddad.

[10] Hadits ini di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab ini dari hadits Anas, tetapi di situ

tidak disebutkan bahwa Dhimam memberitahukan hal itu kepada kaumnya. Pemberitahuan Dhimam

kepada kaumnya itu hanya disebutkan dalam hadits dari riwayat Ibnu Abbas, yang diriwayatkan

secara lengkap oleh ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/165 - 167) dan Ahmad (1/264), dan

sanadnya hasan.

 

[11] Ini adalah bagian dari hadits panjang yang diriwayatkan secara maushul dengan lengkap

pada (66 - Fahaailul Qur'an / 1- BAB).

 

[12] Atsar Ibnu Umar di-maushul-kan oleh Ibnu Mandah di dalam Kitab al-Washiyyah dengan

sanad sahih dari Abu Abdur Rahman al-Habli, dari Abdullah yang hampir sama dengan itu. Maka,

boleh jadi (yang dimaksud) Abdullah ini adalah Abdullah bin Umar, karena al-Habli mendengar

darinya; dan boleh jadi  (yang dimaksud) dia adalah Abdullah bin Amr, karena al-Habli

terkenal meriwayatkan darinya. Sedangkan atsar Yahya bin Said dan Malik Ibnu Anas

di-maushul-kan oleh al-Hakim di dalam 'Ulumul Hadits (hlm. 259) dengan isnad yang bagus.

 

[13] Riwayat ini dimaushulkan oleh Ibnu Ishaq dari Urwah bin Zubeir secara mursal, dan

ath-Thabari dalam Tafsirnya dari hadits Jundub al-Bajali dengan sanad hasan sebagaimana

disebutkan dalam Al-Fath, dan dia berkata, "Maka, dengan jalan sebanyak ini jadilah riwayat

ini shahih."

 

[14] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dari Abud

Darda' secara marju'. Hadits ini memiliki beberapa syahid (pendukung) yang menjadikannya

kuat sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Dan, hadits ini ditakhrij dalam At-Ta'liqur

Raghib 1/53.

 

[15] Ini juga bagian dari hadits tersebut, dan bagian ini diriwayatkan oleh Muslim di dalam

Shahih-nya dari hadits Abu Hurairah, juga diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-Ilm 25

dengan tahqiq saya.

 

[16] Imam Bukhari me-maushul-kan hadits ini pada dua bab lagi dari hadits Muawiyah.

 

[17] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah (114) dengan sanad

sahih dari Abud Darda' secara marfu', dan diriwayatkan oleh lainnya secara marfu'. Ia

memiliki dua syahid dari hadits Muawiyah. Saya telah mentakhrij hadits ini dalam

Al-Ahaditsush Shahihah 342.

 

[18] Di-maushul-kan oleh ad-Darimi dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah.

 

[19] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Ashim dengan sanad hasan, dan al-Khathib dengan sanad lain

yang sahih.

 

[20] Yaitu an-Nakha'i sebagaimana dalam riwayat Muslim.

 

[21] Di-maushul-kan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-Ilmu (9) dengan sanad shahih. Demikian pula

Ibnu Abi Syaibah.

[22] Tambahan ini disebutkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi diriwayatkan secara

maushul oleh Imam Muslim. Mudah-mudahan Allah Ta'ala merahmati mereka.

 

[23] Yakni tanpa penutup, dan makna ini dikuatkan oleh riwayat al-Bazzar dengan lafal, "Dan

Nabi saw. melakukan shalat wajib tanpa ada sesuatu pun yang menutupnya (menabirinya)."

Demikian disebutkan dalam Al-Fath.

 

[24] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam

Al-Adabul Mufrad, Imam Ahmad, dan Abu Ya'la dengan sanad hasan. Ia meriwayatkan sebagian

yang lain secara mu'allaq pada (97 - At-Tauhid/32 - BAB).

 

[25] Al-Hafizh tidak mentakhrijnya, dan tampaknya lafal ini mengalami perubahan, dan yang

benar adalah yang pertama, yaitu qabilat.

 

[26] Di-maushul-kan oleh al-Jhathib dalam Al-Jami' dan al-Baihaqi dalarn Al-Madkhal.

 

[27] Saya katakan, "Di dalam kitab asal, sesudah ini terdapat hadits Asma' yang menyatakan

isyarat dengan kepala di dalam shalat, dan akan disebutkan pada (4 -Al-Wudhu/38-BAB)".

[28] Imam Bukhari me-maushul-kannya dalam beberapa tempat, dan akan disebutkan pada

(95-Khabarul Wahid/ 1-BAB).

[29] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), dan

di-maushul-kan oleh Ahmad dan lainnya. Tambahan ini adalah ganjil dan tidak sah menurut

penelitian saya, sebagaimana saya jelaskan dalam Adh-Dha'ifah nomor 3364.

[30] Saya katakan bahwa Amir ini adalah asy-Sya'bi yang meriwayatkan hadits ini dari Abi

Burdah dari ayahnya, yakni Abu Musa al-Asy'ari. Ia mengucapkan perkataan ini kepada orang

yang meriwayatkan darinya, yaitu Shalih bin Hayyan.

 

[31] Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Abbas, Insya Allah akan disebutkan aecara maushul

pada (25 - Al-Hajj / 132 - BAB).

 

[32] Yaitu Hindun binti al-Harits al-Farasiyah yang meriwayatkan hadits ini dari Ummu

Salamah radhiyallaahu 'anha.

 

[33] Al-Hafizh berkata, "Para ulama menafsirkan tempat (bejana) yang tidak disebarkan oleh

Abu Hurairah hadits-hadits yang di dalamnya itu berisi tentang pemerintahan yang buruk,

perihal mereka, dan zaman mereka. Abu Hurairah menyindir sebagiannya dan tidak

menjelaskannya secara transparan karena takut atas keselamatan dirinya dari tindakan mereka,

seperti perkataannya, "Aku berlindung kepada Allah dari permulaan tahun enam puluh dan dari

pemerintahan anak-anak." Ucapannya ini mengisyaratkan kepada pemerintahan Yazid bin Muawiyah

yang memerintahkan pada permulaan tahun enam puluhan hijriyah, dan Allah telah mengabulkan

doa Abu Hurairah ini dengan mewafatkannya satu tahun sebelum masa pemerintahan Yazid.

Kemudian dia menolak pandangan golongan tasawuf ekstrem yang menjadikan hadits ini sebagai

jalan untuk membenarkan perkataan mereka yang batil, "Sesungguhnya syariat itu ada yang

lahir dan ada yang bathin." Silakan periksa, jika Anda menghendaki!

 

[34] Al-Hafizh berkata, "Inilah yang lebih tepat, karena lafal ini juga diriwayatkan oleh

Muslim dari jalan lain dari Ibnu Mas'ud dengan lafal khana fi nakhal."

 

[35] Saya katakan, "Bacaan ini tidak bertentangan dengan bacaan yang sudah populer dan

mutawatir yaitu "Wa maa uutiitum", sebagaimana sudah tidak samar lagi."

 

[36] Saya katakan, "Bentuk riwayat ini seperti riwayat mu'allaq. Akan tetapi, sesudahnya

dibawakannya isnadnya hingga kepada Ali radhiyallahu 'anhu, sehingga dengan demikian riwayat

ini maushul."

 

[37] Al-Hafizh berkata, "Anas tidak menyebutkan siapa yang bercerita kepadanya tentang hal

itu pada semua jalan yang saya teliti." Saya (Al-Albani) berkata, "Ini adalah suatu hal yang

mengherankan dari beliau (al-Hafizh), karena hadits ini diriwayatkan oleh Qatadah dari Anas,

padahal ia mengatakan pada riwayat Ahmad (5/242) dari Qatadah dari Anas bahwa Mu'adz bin

Jabal menceritakan kepadanya. Dan diikuti oleh Abu Sufyan dari Anas, ia berkata, "Mu'adz

datang kepada kami, lalu kami berkata, 'Ceritakanlah kepada kami sebagian dari hadits-hadits

yang unik dari Rasulullah saw..' Mu'adz menjawab, 'Ya, saya pernah membonceng Rasulullah

saw. di atas keledai, lalu beliau bersabda, "Wahai Mu'adz .... dst" Diriwayatkan oleh Imam

Ahmad (5/228 dan 236), dan isnadnya sahih. Lebih mengherankan lagi bahwa al-Hafizh tidak

membawakannya di sini padahal penyusun (Imam Bukhari) sendiri meriwayatkannya pada

[81-Ar-Riqaq/ 36 - BAB] dari jalan pertama dari Qatadah: Anas bin Malik menceritakan kepada

kami dari Mu'adz bin Jabal, ia berkata .... Lalu Anas menyebutkannya. Oleh karena itu, saya

menganggap boleh saya mengulangnya di sana karena di sini dari Musnad Anas, dan di sana dari

Musnad Mu'adz. Memang, kalau al-Hafizh membuat komentar ini pada akhir hadits dari jalan

yang pertama, niscaya tidak ada kesamaran. Karena, Anas berada di Madinah ketika Mu'adz

meninggal di Syam, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh sendiri, tetapi beliau

menempatkannya bukan pada tempatnya."

 

[38] Diriwayatkan oleh Muslim (1/45). Dan dia (Imam Muslim) meriwayatkannya pula dari Abu

Hurairah dan Ubadah bin Shamit (1/43)

 

[39] Di-maushul-kan oleh Abu Nua'im dalam Al-Hilyah dengan sanad sahih.

 

[40] Di-maushul-kan oleh Muslim (1/180) dengan sanad hasan.

 

[41] Terdapat riwayat yang sah mengenai penetapan Dzatu Irqin sebagai miqat bagi penduduk

Irak dari riwayat Ibnu Umar dari sahabat-sahabat Nabi saw. Silakan Anda periksa buku saya

Hajjatun Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wasallam halaman 52, terbitan al-Maktabul-Islami.

 

[42] Di-maushul-kan oleh Ishaq Ibnu Rahawaih dan Ibnu Khuzaimah dari beberapa jalan dari

Ubaidullah bin Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar. Lalu ia bawakan hadits itu hingga perkataan,

"Dan waras atau zafaran." Dia berkata, "Dan Abdullah yakni Ibnu Umar berkata ...." Lalu

disebutkannya secara mauquf pada Ibnu Umar.

 

[43] Riwayat ini terdapat di dalam Al-Muwaththa' 1/305. Penyusun bermaksud bahwa Imam Malik

membatasi hadits pada kalimat ini saja secara mauquf pada Ibnu Umar. Hal itu untuk

menguatkan riwayat Ubaidullah yang mu'allaq, yang menerangkan bahwa kalimat ini adalah

disisipkan di dalam hadits tersebut, dan kalimat itu darl perkataan Ibnu Umar. Inilah yang

dikuatkan oleh al-Hafizh dalam Al-Fath yang berbeda dengan penyusun (Imam Bukhari), karena

al-Hafizh menguatkan ke-marfu'-an hadits ini sebagaimana saya jelaskan dalam Al-Irwa'

(1011).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons